Senin, 26 Desember 2016

INDEX TUGAS BLOG FILSAFAT PENDIDIKAN NUR KHOLIFAH 2290150003 PENDIDIKAN SOSIOLOGI

1. Akal dan hati abad pada pertengahan
2. Akal dan hati pada jaman modern
3. Akal dan hati pada zaman yunani kuno
4. Barat dan Timur di Antara Kebudayaan Nasional
5. Beberapa Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan
6. Beberapa Kegunaan Mempelajari Filsafat
7. Bentuk Filsafat Indonesia
8. Motivasi Belajar Peserta Didik
9. Cabang-cabang Filsafat
10. Ciri-ciri Pemikiran Filsafat
11. Dasar Hukum Pendidikan Karakter
12. Dasar-Dasar Kajian Filsafat Pendidikan
13. Dekonstruksi Pendidikan
14. Evolusi Filsafat Pendidikan Masa Depan
15. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan
16. Filsafat Indonesia
17. Filsafat Islam
18. Filsafat Pendidikan Masa Depan
19. Filsafat Sebagai Cara Berpikir
20. Filsafat Sebagai Ilmu
21. Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
22. globalisasi dn lingkungan teknologi
23. Hubungan antara Manusia dan Adat Istiadat
24. Hubungan antara Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan
25. Indikator Keberhasilan Pendidikan Karakter
26. Jenis-Jenis Pendidikan Karakter
27. kedudukan Ilmu, Filsafat, dan Agama
28. Konsep “Kebudayaan” dalam Sistem Perundangan
29. Konsep al-Hikmah dan al-Hikmah al-Muta’aliyah
30. Konsep dan Realitas Wujud Mulla Sadra
31. Kota dan Pengangguran
32. Lahirnya Filsafat Islam
33. MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN IPS...
34. Makalah perubahan budaya
35. Materi Filsafat (Pandangan Hidup) Indonesia
36. Materi Pendidikan IPS Secara Global
37. Mengenal Pendidikan Karakter
38. Metode dan karakteristik al-Hikmah al-Muta’aliyah
39. metode-metode filsafat
40. MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK
41. Nilai-Nilai Karakter
42. Objek Materi dan Objek Forma Filsafat
43. Pancasila Sebagai Awal dan Akhir Pendidikan
44. Pancasila Sebagai Ideologi Kaum Terdidik
45. Pemikran Filsafat Indonesia
46. Pendidikan Karaketr secara Terpadu Melaui Managemen Sekolah
47. Pendidikan Karakter Secara Terpadu Melalui Ektrakurikuler
48. Pendidikan Karakter secara Terpadu Melaui Pembelajaran
49. Pengatar kepada Filsafat
50. PENGEMBANGAN PENDIDIKAN IPS DI MASYARAKAT
51. PENGERTIAN KURIKULUM
52. PENGERTIAN FILSAFAT
53. Pengertian Filsafat Pendidikan
54. Pengertian Gender
55. Pengertian Pengangguran
56. PENULISAN KARANGAN
57. Peristiwa-peristiwa Perubahan Kebudayaan
58. Perkembangan Kebudayaan Indonesia
59. permasalahan Pendidikan
60. Perubahan yang Dikehendaki
61. Pilar Pendidikan Karakter
62. Pola Pikir Pendidikan IPS di Masyarakat
63. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter
64. Proses-proses Perubahan Sosial dan Kebudayaan
65. Sejarah Kelahiran Filsafat
66. Struktur Sosial
67. Sumber-sumber al-Hikmah al-Muta’aliyah
68. Teori Karl Marx mengenai kapitalisme dalam kartu Bee Movie
69. Teori-Teori Perubahan Sosial
70. tugas pendidikan
71. Tujuan Filsafat Pendidikan
72. Tujuan Pendidikan Karakter
73. Tujuan, Manfaat, dan Fungsi Filsafat Pendidikan Islam
74. Urgensi Pendidikan Karakter
75. Virtualisasi Pendidikan

Virtualisasi Pendidikan



Virtualisasi Pendidikan

            Pendidikan mengalami perubahan realitas. Semula dari pendidikan yang bersifat riil atau empiris, menuju pendidikan yang bersifat virtual. Perkembangan teknologi memaksa penyelenggaraan pendidikan yang tidak hanya dilakukan di kelas, tetapi juga di luar kelas, bahkan pendidikan tanpa ruang.
Sebagaimana dipahami bahwa objek filsafat adalah bentuk-bentuk keberadaan yang memiliki tingkatan, mulai dari benda mati sampai simbol. Tantang-tantangan yang muncul pada hari ini adalah hadirnya objek filsafat yang berbeda dengan masa-masa lalu.
Misalnya dalam konsep kosmologi yang mengangkat benda mati sebagai objek berpikir, maka akan didapati konsep-konsep alam semesta yang berubah. Penemuan tata surya baru dalam ilmu astronomi, dugaan adanya makhluk asing dari tata surya yang berbeda, serta luas alam semesta yang yang semakin membesar semua itu membawa pada imajinasi-imajinasi terjauh tentang alam semesta. Adakah sebuah tempat yang dijadikan sebagai kehidupan bagi makhluk lain kecuali kita yang mendiami bumi?
            Dalam konsep ontology, yakni tentang pencarian kenyataan yang hakiki, manusia akan dihadapkan pada kenyataan maya (virtual reality). Kenyataan inilah yang disebut-sebut menggantikan kenyataan actual, yakni kenyataan yang dihadapi secara inderawi. Dalam bahasa sehari-hari manusia bisa melihat kenyataan di mana saja cukup dari bilik kamar yang sempit, yang di dalamnya terdapat jaringan computer. Manusia bisa melihat belahan bumi mana pun, bahkan tempay-tempat rahasia melalui teknologi satelit.
Dalam konsep etika, munculnya teknologi bayi tabung, cloning, dan pengujian DNA. Itu semua menantang filsafat untuk mendefiniskan kembali tentang asal-usul dan nilai manusia. Teknologi telah memungkinkan “penciptaan” manusia melalui wadah yang dinamakan dengan incubator. Dalam incubator itu, unsure-unsur kimiawi kemanusiaan dilarutkan, dan segala hal yang mempengaruhinya dipantau sedemikian rupa, samapi kemudian lahirnya seorang anak manusia. Ketika teknologi cloning diarahkan kepada hewan, orang akan melihat tidak ada problem kelaziman atau kesopanan. Akan tetapi, ketika teknologi cloning diarahkan kepada manusia, maka nantinya anak tersebut akan mendapatkan kesulitan menjawab pertanyaan orang tuanya siapa, kenapa dia harus disebut manusia ciptaan Tuhan dan bukan ciptaan manusia, dan apa yang mesti dilakukan untuk mengantisipasi lahirya manusia tanpa orang tua di masa yang akan datang. Masalah-masalah tersebut di masa depan akan dipecahkan dengan sejumlah teori. Teori itulah yang akan bermanfaat bagi perkembangan filsafat pada masa datang.


Sumber Buku : Dr. Saifur Rohman, M.Hum, M.Si dan Agus Wibowo, M.Pd. 2016. Filsafat Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 19.


Urgensi Pendidikan Karakter



Urgensi Pendidikan Karakter

            Pendidikan karakter menjadi kebutuhan mendesak mengingat demoralisasi dan degradasi pengetahuan sudah sedemikian akut menjangkiti bangsa ini di semua lapisan masyarakat. Pendidikan karakter diharapkan mampu membangkitkan kesadaran bangsa ini untuk membangun pondasi kebangsaan yang kokoh. Menurut Agus Prasetyo dan Emusti Rivasintha, melalui Kementrian Pendidikan Nasioanl, Pemerintah sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD hingga perguruan tinggi. Munculnya gagasan program pendidikan karakter dalam dunia pendidikan di Indonesia dapat dimaklumi, sebab selama ini dirasakan proses pendidikan ternyata belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Banyak yang menyebut bahwa pendidikan telah gagal dalam membangun karakter. Banyak lulusan sekolah dan sarjana yang pandai dalam menjawab soal ujian dan berotak cerdas, tetapi mentalnya lemah dan penakut, serta perilakunya tidak terpuji. Inilah yang mendesak lahirnya pendidikan karakter.
            Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa karakter dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang. Di antaranya, hasil penelitian di Harvard University, Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill), tetapi oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill, dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan banyak orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
            Ratna Megawangi, dalam bukunya Semua Berakar pada Karakter, mencontohkan kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an, menurutnya, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good (suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik sehingga berakhlak mulia).[1] Dengan pendidikan karakter ini, diharapkan kecerdasan luar dan dalam menjadi bersatu dalam jiwa sebagai kekuatan dahsyat dalam menggapai cita-cita besar yang diimpikan bangsa, yakni sebagai bangsa yang maju dan bermartabat, yang disegani karena integritas, kredibilitas, prestasi, dan karya besarnya dalam panggung peradaban manusia.


Sumber : Jamal Ma’mur Asmani. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: DIVA Press. Hal. 47.



[1] Edukasi.kompasiana.com, yang diakses pada 5 juni 2011.

Tujuan, Manfaat, dan Fungsi Filsafat Pendidikan Islam



Tujuan, Manfaat, dan Fungsi Filsafat Pendidikan Islam

            Pertama, membantu merumuskan masalah-masalah pendidikan dan sekaligus memberikan cara untuk mengatasinya. Berdasarkan cara kerjanya yang sistematik, radikal, universal, mendalam, spekulatif dan rasional, filsafat pendidikan dapat menunjukan alternatif-alternatif pemecahan permasalahan pendidikan, seperti masalah rendahnya mutu pendidikan, tidak efektifnya proses belajar mengajar, tidak tercapainya tujuan pendidikan, rendahnya mutu tenaga pendidikan, dan lain sebagainya.
            Kedua, memberikan informasi komprehensif, mendalam, dan sistematik tentang hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan dan mendesain konsep pendidikan, seperti informasi tentang manusia dengan berbagai potensi, bakat dan minat yang dimilikinya; tentang alam jagat raya dengan berbagai macam ragam, sifat dan karakternya; tentang ilmu pengetahuan tentang sumber (ontologi), metodologi (epistemologi), dan pengunaannya (aksiologi)nya, tentang akhlak (etika) dengan berbagai macam dan proses menanamkannya dalam diri manusia, tentang masyarakat dengan berbagai stratifikasinya, tentang nilai-nilai budaya dan lain sebagainya. Informasi tentang berbagai hal yang dikaji dalam filsafat tersebut selanjutnya digunakan dalam merumuskan visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, dan berbagai komponen pendidikan lainnya.
            Ketiga, memberikan dorongan bagi dilakukannya aktivitas pendidikan yang disebabkan karena memiliki pengetahuan tentang sesuatu yang sistematik, mendalam, dan komprehensif tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan.
            Keempat, memberikan informasi tentang proses pendidikan, termasuk pendidikan Islam, tentang bermutu atau tidaknya pendidikan tersebut, atau tercapai tidaknya tujuan pendidikan yang ditetapkan, serta berbagai kelemahan lainnya. Dengan bantuan filsafat pendidikan akan dapat diketahui letak kelemahan pendidikan tersebut, dan sekaligus memberikan alternative-alternatif perbaikan  dan pengembangan.
            Dengan memerhatikan tujuan dan manfaat filsafat pendidikan tersebut di atas, maka filsafat pendidikan (termasuk pendidikan Islam) memiliki beberpa fungsi sebagai berikut. Pertama, fungsi spekulatif, yaitu berusaha untuk mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan mencoba merumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang telah ada dari segi ilmiah. Kedua, fungsi normatif, yaitu menentukan arah dan maksud pendidikan. Hal yang demikian terlihat dari adanya rumusan visi, misi, dan tujuan pendidikan, yakni keadaan manusia atau masyarakat yang diinginkan oleh bantuan filsafat pendidikan. Ketiga, fungsi kritik, yaitu memberikan dasar bagi pengertian kritis dan rasional dalam mempertimbangkan dan menafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran analisis evaluasi kepribadian maupun prestasi, cara menetapkan klasifikasi prestasi secara tepat dengan data-data yang objektif, dan menetapkan asumsi-asumsi berikut hipotesisnya yang lebih masuk akal. Keempat, fungsi teoritis, yakni memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu kegiatan praktik dalam dunia pendidikan.[1]

Sumber Buku : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 38.


[1] Lihat John S. Brubacher, Modern Philosophies of Education, (New Delhi: McGraw Hill, 1978), hlm. 313-325.

Tujuan Pendidikan Karakter



Tujuan Pendidikan Karakter

            Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaharuan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural social yang diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-menerus (on going formation). Tujuan jangka panjang ini merupakan pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataan yang ideal, melalui proses refleksi dan interaksi secara terus-menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara onjektif.[1]
            Pendidikan karakter juga yang bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan siswa didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
            Pendidikan karakter paad tingkatan institusi, mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan symbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah terdapat di mata masyarakat luas.
            Tujuan mulai pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada prestasi anak didik. Menurut Suyanto. Ada beberapa penelitian yang menjelaskan dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini dterbitkan oleh sebuah Buletin Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.
            Dalam buletin tersebut, diuraikan bahwa hasil studi Marvin Berkowitz dari University of Missouri, St. Louis menunjukan adanya peningkatan motivasi siswa dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
            Hal it sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat. Menurutnya, 80% keberhasilan seseorang di masyarakat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Beberapa Negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di Negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak posistif pada pencapaian akademis. Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang cerdas dan berkarakter sesuai dengan nilai-nilai leluhur bangsa dan agama.[2]
            Internalisasi pendidikan karakter ini semakin tidak langsung akan menjadi kekuatan untuk menyeleksi dan memfilter setiap tantangan yang datang dari luar, baik berupa budaya Barat, nilai-nilai masyarakat, dan pemikiran-pemikiran yang setiap lalu lalang dihadapan manusia lewat media cetak maupun elektronik. Perang pemikiran, kebudayaan, ekonomi, moral, dan nilai terjadi begitu dasyat di era kompetisi terbuka sekarang ini, sehingga dibutuhkan individu dan masyarakat yang tangguh dan konsisten menjalani nilai-nilai suci dan agung yang diyakininya. Ia kana menjadi figure transformator yang menginspirasi dan memotivasi manusia untuk melestarikan dan memperjuangkan nilai-nilai agung yang diyakini kebenarannya, serta dinamis dan progresif dalam mengembangkan nilai-nilai tersebut sehingga senantiasa relevan dengan tantangan kekinian yang membutuhkan proses adaptasi, kontekstualisasi, dan revitalisasi secara terus-menerus. Pendidikan karakter menjadi sangat penting karena posisinya strategis dalam memompa semangat manusia dalam melestarikan dan memperjuangkan nilai-nilai agung tersebut.

Sumber : Jamal Ma’mur Asmani. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: DIVA Press. Hal. 42.


[1] Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 135.
[2] Dikdas.kemdiknas.go.id, yang diakses pada 3 juni 2011.