Konsep al-Hikmah dan al-Hikmah
al-Muta’aliyah Mulla Sadra
Untuk
memahami konsep al-hikmah al-muta’aliyyah, mesti dilihat bagaimana Mulla
Sadra mendefinisikan istilah hikmah atau falsafah, karena baginya
kedua istilah itu identik. Dan ketika dia berbicara mengenai kedua istilah itu
dalam perspektifnya sendiri, maka tak lain yang dimaksudkannya adalah al-hikmah
al-muta’aliyayah. Mulla Sadra mendefinisikan falsafah sebagai:
“Kesempurnaan jiwa manusia melalui pengetahuan terhadap realitas segala sesuatu
yang ada sebagaimana adanya, dan pembenaran terhadap kebenaran mereka, yang
dibangun berdasarkan bukti-bukti yang jelas, bukan atas dasar persangkaan dan
sekedar mengikuti pendapat orang lain, sebatas kemampuan yang ada pada manusia.
Jika anda suka, anda bisa berkata (kesempurnaan jiwa manusia melalui
pengetahuan terhadap) tata tertib alam semesta sebagai tata tertib yang bisa
diamengerti, sesuai kemampuan yang dimiliki, dalam rangka mencapai keserupaan
dengan Tuhan.”
Bagi Sadra hikmah memiliki dua aspek: teoritik dan
praktis. Aspek teoritik adalah mewarnai jiwa dengan gambaran realitas sebagai
dunia yang bisa dimengerti, yang menyerupai dunia yang objektif. Sedangkan
aspek praktis adalah melakukan perbuatan baik dengan tujuan mencapai
superioritas jiwa terhadap badan dan badan tunduk kepada jiwa. Maka dari itu,
menurut pandangan ini, hikmah merupakan pembebasan manusia dari dunia
yang material, menuju tempat kesempurnaan, yaitu dunia material atau dalam
bahasa lain, tempat manusia berasal—alam ketuhanan.
Sumber
Buku : Dr. Syaifan Nur, M.A.. 2002. Filsafat
Wujud Mulla Sadra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 98.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar