Pancasila Sebagai Ideologi Kaum Terdidik
Penjelasan
tentang pendidikan Pascakolonial sebagaimana dipahami dalam bab sebelumnya
memberikan informasi tentang pentingnya drologi di dalam proyek pendidikan.
Ideologi tersebut dalam konteks keidonesiaan sekarang muncul dalam bentuk
Pancasila.
Pembahasan
pada bab ini bertitik tolak dari pentingnya pengembangan ideology Pancasila
sebagai aktualisasi pendidikan. Berdasarkan argumentasi tersebut maka bab ini
bermaksud menawarkan sebuah model pegembangan kebudayaan budaya Pancasila
melalui melalui analisis terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) kebudayaan.
Penggunaan itu menggunakan perspektif antropologi yang didukung oleh metode
hermeneutic dan kontruksi epistemologis yang dikembangkan oleh Immanuel Kant.
Sejak
Indonesia merdeka telah dikembangkan sebuah Pancasilogi, sebuah istilah yang
mengacu pada pengertia ilmu Pancasila. Isitilah Pancasilogi ini digunakan untuk
mewadahi berbagai konsep yang telah dikembangkan para ilmuan dengan
istilah-istilah yang berbeda, seperti Filsafat Pancasila, Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Kewarganegaraan, mata kuliah Pancasila. Orde Baru (1966-1998) pernah
menerbitkan kebijakan tentang ilmu Pancasila yang dikaitkan dengan pendidikan
moral untuk tingkat satuan pendidikan, yakni dengan Pendidikan Moral Pancasila
(PMP). Semua pembedaan itu mengacu pada kenyataan yang sama, yakni Ilmu
Pancasila atau Pancasilogi.
Petunjuk
tersebut dapat diperoleh melalui fakta-fakta teoritis yang telah dibangun oleh
para ilmuan masa lalu. Sekurang-kurangnya hal itu ditunjukan oleh Notonagoro
ketika menulis Pancasila Secara Ilmiah Populer (1975). Karena
terstruktur sebagai ilmu, maka diperlukan sebuah filasafat Ilmu Pancasila.
Keperluan itu telah dipenuhi oleh para ilmuan, setidaknya dapat ditemui dalam
tulisan Kaelan yang berjudul Filsafat
Pancasila (2002). Penelitian mutakhir yang masih mengembangkan Pancasilogi
dalam perspektif filsafat pragmatism dapat ditemui dalam tulisan Samsul Ma’arif
yang berjudul “Relasi Agama dan Politik menurut Rawls: Telaah tentang Pancasila
sebagai Public Reason”.
Pengembangan
Pancasila sebagai konstruksi ilmu pada kenyataannya tidak hanya memerlukn
asumsi-asumsi ideal yang tersistem. Pancasila memerlukan fakta-fakta yang
terakumulasi sebagai bagian dari praktik dari Ilmu Pancasila. Pratik-praktik
social yang terjadi selama ini semakin menunjukan bahwa Pancasila yang
disepakati sebagai pandangan hidup, ideology, dan wawasan kebangsaan tidak
memperoleh bukti memadai dalam kenyataan sehari-hari. Pancasila tidak
dipraktikkan. Jika mengikuti postulat Immanuel Kant, maka ilmu tanpa kenyataan
adalah ilusi.
Berdasarkan
argumensi tersebut maka makalah ini bermaksud menawarkan sebuah model
pengembangan kebudayaan Pancasila. Budaya Pancasila adalah bentuk aktualisasi
nilai-nilai yang dimulai dari subjek sebagai warga Negara menuju objek yang
terumuskan dalam praktik kehidupan berbangsa. Pancasila bukan sekadar
konstruksi teoritis, tetapi juga praktik-praktik nyata dalam tiap-tiap unit
social. Sebagai realisasi gagasan tersebut, makalah ini mengangkat system
perundang-undangan tentang kebudayaan sebagai titik tolak pengembangan budaya
Pancasila.
Sumber Buku : Dr. Saifur Rohman, M.Hum, M.Si
dan Agus Wibowo, M.Pd. 2016. Filsafat
Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 83.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar