Senin, 26 Desember 2016

Pancasila Sebagai Ideologi Kaum Terdidik



Pancasila Sebagai Ideologi Kaum Terdidik

          Penjelasan tentang pendidikan Pascakolonial sebagaimana dipahami dalam bab sebelumnya memberikan informasi tentang pentingnya drologi di dalam proyek pendidikan. Ideologi tersebut dalam konteks keidonesiaan sekarang muncul dalam bentuk Pancasila.
          Pembahasan pada bab ini bertitik tolak dari pentingnya pengembangan ideology Pancasila sebagai aktualisasi pendidikan. Berdasarkan argumentasi tersebut maka bab ini bermaksud menawarkan sebuah model pegembangan kebudayaan budaya Pancasila melalui melalui analisis terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) kebudayaan. Penggunaan itu menggunakan perspektif antropologi yang didukung oleh metode hermeneutic dan kontruksi epistemologis yang dikembangkan oleh Immanuel Kant.
          Sejak Indonesia merdeka telah dikembangkan sebuah Pancasilogi, sebuah istilah yang mengacu pada pengertia ilmu Pancasila. Isitilah Pancasilogi ini digunakan untuk mewadahi berbagai konsep yang telah dikembangkan para ilmuan dengan istilah-istilah yang berbeda, seperti Filsafat Pancasila, Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, mata kuliah Pancasila. Orde Baru (1966-1998) pernah menerbitkan kebijakan tentang ilmu Pancasila yang dikaitkan dengan pendidikan moral untuk tingkat satuan pendidikan, yakni dengan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Semua pembedaan itu mengacu pada kenyataan yang sama, yakni Ilmu Pancasila atau Pancasilogi.
          Petunjuk tersebut dapat diperoleh melalui fakta-fakta teoritis yang telah dibangun oleh para ilmuan masa lalu. Sekurang-kurangnya hal itu ditunjukan oleh Notonagoro ketika menulis Pancasila Secara Ilmiah Populer (1975). Karena terstruktur sebagai ilmu, maka diperlukan sebuah filasafat Ilmu Pancasila. Keperluan itu telah dipenuhi oleh para ilmuan, setidaknya dapat ditemui dalam tulisan Kaelan yang berjudul Filsafat Pancasila (2002). Penelitian mutakhir yang masih mengembangkan Pancasilogi dalam perspektif filsafat pragmatism dapat ditemui dalam tulisan Samsul Ma’arif yang berjudul “Relasi Agama dan Politik menurut Rawls: Telaah tentang Pancasila sebagai Public Reason”.
          Pengembangan Pancasila sebagai konstruksi ilmu pada kenyataannya tidak hanya memerlukn asumsi-asumsi ideal yang tersistem. Pancasila memerlukan fakta-fakta yang terakumulasi sebagai bagian dari praktik dari Ilmu Pancasila. Pratik-praktik social yang terjadi selama ini semakin menunjukan bahwa Pancasila yang disepakati sebagai pandangan hidup, ideology, dan wawasan kebangsaan tidak memperoleh bukti memadai dalam kenyataan sehari-hari. Pancasila tidak dipraktikkan. Jika mengikuti postulat Immanuel Kant, maka ilmu tanpa kenyataan adalah ilusi.
          Berdasarkan argumensi tersebut maka makalah ini bermaksud menawarkan sebuah model pengembangan kebudayaan Pancasila. Budaya Pancasila adalah bentuk aktualisasi nilai-nilai yang dimulai dari subjek sebagai warga Negara menuju objek yang terumuskan dalam praktik kehidupan berbangsa. Pancasila bukan sekadar konstruksi teoritis, tetapi juga praktik-praktik nyata dalam tiap-tiap unit social. Sebagai realisasi gagasan tersebut, makalah ini mengangkat system perundang-undangan tentang kebudayaan sebagai titik tolak pengembangan budaya Pancasila.

Sumber Buku : Dr. Saifur Rohman, M.Hum, M.Si dan Agus Wibowo, M.Pd. 2016. Filsafat Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 83.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar