Minggu, 25 Desember 2016

Hubungan antara Manusia dan Adat Istiadat



Hubungan antara Manusia dan Adat Istiadat

          Masyarakat artinya adalah sebagai satu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas bersama. Keberadaan adat yang sebenar adat atau adat yang asli dalam bentuk hukum-hukum alam, tidak dapat diubah oleh akal pikiran dan hawa nafsu manusia. Dengan kata lain tidak akan dapat diganggu gugat, sehingga dikatakan juga tidak akan layu dianjak tidak akan mati diinjak.
          Suku bangsa yang memilikiadat istiadat tertentu, bahkan tidak boleh mengklaim adat istiadatnya lebih majuapalagi merasa lebih benar dari adat istiadat yang lain. Adat istiadat juga bertujuan mengatur kehidupan manusia di masyarakat. Timbulnya adat istiadat berasal dari manusia dalam masyarakat di daerah tertentu yang menginginkan tata tertib dan tingkah laku yang baik di dalam masyarakat tersebut.
Hubungan antara kebudayaan, agama, dan adat istiadat dalam pelaksanaannya di kehidupan manusia dapat dijelaskan dengan sederhana yaitu, manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannyayang dapat dipengaruhi oleh unsur-unsurkebudayaan, agama, dan adat istiadat di daerah atau lingkungan tempat dia tinggal.seperti saat dia berbicara atau melakukan suatu kegiatan, misalnya makan, minum dan juga saat dia berjalan.Dalam pelaksanaan kegiatan beragama tidak bisa dihindarkan dari unsur-unsur di atas.
1.    Hubungan Norma dan Nilai dimasyarakat
Nilai sosial adalah segala sesuatu pandangan yang dianggap baik dan benar oleh masyarakat yang kemudian dipedomani sebagai contoh perilaku yang baik dan diharapkan oleh masyarakat. Tiap masyarakat memiliki sistem yang berbeda yang bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi. Nilai dapat bersumber dari nilai keagamaan, adat-istiadat maupun etika yang terus berkembang dalam masyarakat.
            Oleh karena nilai mengandung tentang baik tidaknya perbuatan-perbuatan maka dapat dikatakan bahwa nilai adalah hasil dari pertimbangan moral. Nilai bisa berbeda dari masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain.
Sedangkan Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. Jenis-jenis norma yaitu norma agama, norma adat, norma kesusilaan atau kesopanan, norma hukum.
2.    Aspek Sosial Budaya dalam Perkawinan
          Upacara perkawinan adalah salah satu momentum penting dalam kehidupan manusia di Indonesia, entah apapun suku bangsa, agama, ras, dan golongannya. Proses perkawinan bukan hanya melibatkan dua orang saja melainkan dua keluarga besar. Dalam budaya Jawa, calon pengantin harus melewati beberapa acara adat terlebih dahulu. Mula-mula pihak pengantin laki-laki melamar, dilanjutkan ijab kobul, dan pahargyan. Menanyakan kesediaan calon pengantin perempuan oleh pihak calon mempelai laki-laki, adalah persyaratan awal yang harus dilakukan meski sesungguhnya kedua belah pihak sudah saling mengenal. Kemudian dilanjutkan dengan sejumlah hantaran, yang berupa: misalnya peralatan rumah tangga baru, peralatan pengantin perempuan dari ujung kaki hingga ujung rambut, perhiasan, makanan yang serba lengket seperti jadah, lemper, jenang ayu, lapis, dsb. Hewan peliharaan, biasanya ayam dan kambing. Dan sejumlah uang sebagai bentuk gotong royong. Setelah lamaran dilanjutkan ijab kobul di hari dan waktu yang telah disepakati bersama, biasanya di rumah pengantin perempuan, atau di masjid, jika calon mempelai perempuan sedang haid biasanya ijab kobul dilakukan di rumah saja karena untuk menjaga kesucian dari masjid, tetapi jika calon mempelai perempuan tidak sedang haid maka ijab kobul dilaksanakan di masjid agar lebih sakral dan tenang suasananya. Lalu kedua pengantin di bawa ke tempat pelaminan dengan terlebih dahulu pengantin laki-laki menginjak telor dan pengantin perempuan membasuh kaki suaminya. Sesampai di pelaminan diadakan upacara sungkeman, mohon restu kapada orang tua pengantin baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, kemudian di akhiri dengan saling menyuapkan nasi ke mulut masing-masing pengantin dengan cara mengepalkan nasi terlebih dahulu. Jumlah kepalan  nasi itu konon katanya merupakan jumlah putra yang diinginkan oleh pengantin laki-laki. Di ruang perkawinan ini semuanya yang dipajang dipintu masuk terdapat hiasan janur dll.
          Upacara perkawinan bagi masyarakat jawa juga merupakan sarana untuk menunjukan kesuksesan, dimana masyarakat luas dapat mengenal dan mengetahui siapa yang punya kerja. Oleh karena itu biasanya tempat perkawinan dan jenis suguhan menjadi persoalan yang utama bagi yang merencanakannya. Status sosial akan tampak di sini. Dimulai dengan seragam perkawinan, hidangan yang disajikan, minuman dengan snacknys, cindera mata juga yang diberikan dll.
Satu hal lagi pengantin dilarang untuk mandi karena dipercaya akan menyebabkan datangnya hujan, jika sudah hujan suasana nya pun tidak akan kondusif lagi. Dalam sebuah perkawinan agar tidak hujan maka ada yang namanya pawing ujan yaitu orang yang mengerti tentang agama dengan doa-doa untuk tidak terjadi hujan. Akan tetapi di masyarakat sendiri juga menyiapkan sesajen yaitu berupa bawang putih dan cabai merah kemudian ditusuk menggunakan lidi yang nantinya akan di tancapkan ke tanah karena dipercaya agar tidak hujan.
3.    Aspek Sosial Budaya dalam Kehamilan
          Kehamilan adalah hal yang dinanti-nantikan oleh masyarakat Jawa setelah perkawinan. Rata-rata orang tua menginginkan putranya cepat mempunyai momongan, cepat memiliki anak, sehingga begitu anaknya hamil, upacara yang ditunggu-tunggu pun segera dilaksanakan. Pada upacara mitoni atau nuju bulan, artinya kehamilan ibu sudah menginjak usia tujuh bulan hal ini biasa dilakukan pada saat kehamilan yang pertama. Dan makanan khas yang biasa disediakan oleh masyarakat desa yaitu berupa dodol dan rujak yang akan dibagikan kepada tetangga sekitar.
          Ada beberapa tradisi yang sudah using dan sangat keliru, yang terjadi di masyarakat. Misalnya ibu hamil tidak boleh makan banyak-banyak dan enak-enak, nanti bayinya besar dan sulit untuk keluar. Ada yang minum air kelapa agar pada saat proses melahirkan mudah keluar. Ini semua tidak benar. Ibu hamil justru makan makanan yang bergizi tinggi agar putra atau purinya kelak sehat, cerdas, dan tidak cacat. Ada penelitian yang menunjukan korelasi antara makanan bergizi ibu hamil dengan kecerdasan anaknya, karena pembentukan otak sudah terjadi saat anak berada di dalam kandungan. Ada juga yang mengantakan bahwa pada saat terjadinya gerhana bulan atau gerhana matahari maka pada saat itulah para ibu hamil harus bersembunyi di bawah ranjang kasur karena dianggap tidak baik terhadap perkembangan untuk si bayi yang sedang dikandungnya misalnya kelainan pada kulitnya ketika dilahirkan kulitnya berwarna merah walaupun hanya di bagian tertentu saja. Menurut saya sendiri hal tersebut tidaklah logis karena jika seorang perempuan  sedang hamil lalu dia tiduran di bawah ranjang kasur itu tidaklah baik dan bahkan dapat mengganggu terhadap perkembangan janin karena udara di bawah ranjang itu sulit untuk bernafas apalagi untuk perempuan yang sedang hamil untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
4.    Aspek Sosial Budaya dalam Persalinan
          Melahirkan adalah saat yang di tunggu-tunggu oleh kedua keluarga besar, baik dari pihak ibu maupun bapaknya bayi. Apalagi jika hal itu merupakan kelahiran pertama. Suka cita penyambutan bayi baru lahir ini sangat kental. Dimulai dari acara marhabanan sekaligus cukuran dan menetapkan nama yang telah di persiapkan oleh keluarganya. Masing-masing adat istiadat yang disebut di atas selalu menghadirkan keluarga besar, tamu, tetangga, dan pihak-pihak yang terlibat. Otomatis pengeluaran (segi ekonomi) akan membengkak karena semua memerlukan biaya. Bagi keluarga muslim upacara yang diadakan cukup simple, yakni pada waktu bayi berada di dalam kandungan usia 4 bulan dibacakan surat Yusuf dan surat Maryam. Ketika usia dini, Allah meniupkan ruh ke dalam tubuh bayi dan segala yang berhubungan dengan kehidupannya kelak sudah tertulis di dalam kitabnya. Lalu pada bayi baru lahir diadakan upacara aqigah, dengan menyembelih kambing 2 ekor jika anak laki-laki dan 1 ekor kambing jika anak perempuan. Masa setelah persalinan dinamakan masa Nifas, selama kurang lebih 3 bulan. Pada masa ini dilarang berhungan suami istri. Istri harus menjaga kebersihan badannya, karena darah yang keluar setelah masa persalinan sangat khas baunya (darah nifas).
5.    Aspek Sosial Budaya dalam Rasa Syukur
          Di kalangan masyarakat desa jika mendapatkan suatu barang yang baru, atau bahkan kabar gembira. Seperti halnya anak bayi yang sudah bisa jalan dan membeli kendaraan, rumah, dll maka dianjurkan untuk melakukan upacara surakan yang artinya upacara sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas suatu kabar gembira yang menimpanya. Di dalam
upacara surakan terdapat uang berupa koin-koin atau makanan lainnya yang kemudian di lemparkan kepada masyarakat desa untuk saling berebutan dan bisanya upacara ini menghadirkan mayoritas dari anak-anak itu sendiri.
6.    Aspek Sosial Budaya dalam Mitos
          Seiring dengan perkembangan zaman mitos-mitos yang masih beredar dan dipercaya dikalangan masyarakat desa antara lain bulan sapar, ayam berkokok pada menjelang magrib, ziarah harus membawa minum agar di doakan, serta memakai kalung suwuk.
          Yang pertama akan saya bahas yaitu mengenai keterkaitan bulan sapar dengan mitos yang beredar. Masyarakat menganggap bahwa bulan sapar adalah bulan yang penuh dengan sengkakala yang artinya penuh dengan bencana entah itu berkaitan dengan alam atau manusia nya sendiri. Pada bulan ini masyarakat biasanya di larang untuk berpergian kemana-mana apalagi jika tempat nya jauh karena dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sebenarnya hal ini bertujuan untuk mencengah suatu kejadian yang tidak diinginkan oleh masyarakat terhadap para keluarga dan masyarakatnya juga.
          Yang kedua adalah ayam yang berkokok pada saat menjelang magrib atau pada saat magrib. Hal ini masih terus menjadi perbincangan oleh masyarakat yang diwariskan oleh nenek moyang  karena dianggap ada seseorang perempuan yang hamil diluar nikah. Tetapi pada kenyataannya memang sulit dipercaya karena terkadang dugaan ini benar-benar terjadi di kalangan masyarakat desa sehingga masyarakat percaya bahwa hal ini adalah benar dan terus berkembang dipercayai oleh masyarakat.
          Yang ketiga yaitu mengenai ziarah. Bagi masyarakat Jawa makam merupakan tempat yang dianggap suci dan pantas dihormati. Makam sebagai tempat peristirahatan bagi arwah nenek moyang dan keluarga yang telah meninggal. Keberadaan makam dari tokoh tertentu menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas ziarah dengan berbagai motivasi. Kunjungan ke makam pada dasarnya merupakan tradisi agama Hindu yang pada masa lampau berupa pemujaan terhadap roh leluhur. Candi pada awalnya adalah tempat abu jenazah raja raja masa lampau dan para generasi penerus mengadakan pemujaan di tempat itu. Makam, terutama makam tokoh sejarah, tokoh mitos, atau tokoh agama, juga merupakan tujuan wisata rohani yang banyak dikunjungi wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri.
          Ziarah makam merupakan satu dari sekian tradisi yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Jawa. Berbagai maksud dan tujuan maupun motivasi selalu menyertai aktivitas ziarah. Ziarah kubur yang dilakukan oleh orang Jawa ke makam yang dianggap keramat sebenarnya akibat pengaruh masa Jawa-Hindu. Pada masa itu, kedudukan raja masih dianggap sebagai titising dewa sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan seorang raja masih dianggap keramat termasuk makam, petilasan, maupun benda-benda peninggalan lainnya.
Kepercayaan masyarakat pada masa Jawa-Hindu masih terbawa hingga saat ini. Banyak orang beranggapan bahwa dengan berziarah ke makam leluhur atau tokoh – tokoh magis tertentu dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Kisah keunggulan atau keistimewaan tokoh yang dimakamkan merupakan daya tarik bagi masyarakat untuk mewujudkan keinginannya.
Misalnya dengan mengunjungi atau berziarah ke makam tokoh yang berpangkat tinggi, maka akan mendapatkan berkah berupa pangkat yang tinggi pula.
Bagi masyarakat Jawa, ziarah secara umum dilakukan pada pertengahan sampai akhir bulan Ruwah menjelang Ramadhan. Pada saat itu masyarakat biasanya secara bersama-sama satu dusun atau satu desa maupun perorangan dengan keluarga terdekat melakukan tradisi ziarah ke makam leluhur. Kegiatan ziarah ini secara umum disebut nyadran. Kata nyadran berarti slametan (sesaji) ing papan
Di kalangan masyarakat desa jika hendak ingin berziarah ke makam-makam orang yang penting maka dianjurkan untuk membawa air minum kemudian diletakkan di makam yang akan di doakan dan nantinya ketika pembacaan doa-doa maka tutup botolnya dilepas karena dipercaya doa-doa tadi akan masuk melalui celah yang terbuka. Hal ini dipercaya oleh masyarakat agar air yang telah di doakan tersebut menjadi suci dan bisa untuk pengobatan yang sakit, agar cerdas, dan wajahnya bersinar serta meminta keselamatan dalam berbagai hal.
          Kalau menurut saya sendiri sah-sah saja bila sesesorang berniat untuk ziarah akan tetapi kembali lagi kepada niatnya baik atau buruk, banyak masyarakat yang salah kaprah mengenai ziarah sehingga terkesan menyekutukan Tuhan nya sendiri karena dalam prosesnnya mereka berharap kepada yang sudah meninggal yang dianggap memiliki kekuatan mistis dapat mengabulkan doa atau permintaan penziarah.
          Dalam hal ini tradisi ziarah mempunyai fungsi untuk mengingatkan kita yang masih hidup bahwa suatu saat kematian akan kita alami. Selain itu juga seperti telah disebutkan dalam uraian di atas, bahwa ziarah
makam akan menimbulkan ikatan batin antara yang masih hidup dengan leluhur yang telah meninggal.
          Yang keempat yaitu mengenai kalung suwuk yang dibuat oleh kaum adat atau biasa yang dikenal dengan sebutan dukun dikalangan masyarakat desa. Kalung suwuk yaitu kalung yang yang dipakaikan untuk anak kecil yang terbuat dari bahan dengan bentuk yang sederhanadan di dalamnya berisikan rempah –rempah dapur yang didoakan, jauh dari kesan mewah. Jika seorang anak kecil yang sering sakit-sakitan atau tidak nafsu makan maka para ibu-ibu di masyarakat desa lebih memilih untuk membeli kalung suwuk ini dari dukun yang dipercaya mereka. Karena dianggap kalung suwuk mampu membuat anak-anak menjadi nafsu makan dan tidak sakit-sakitan, serta harganya yang murah juga menjadi alternatif bagi masyarakat desa itu sendiri sehingga membuat para ibu menjadi tertarik untuk membelinya dan memakaikannya untuk anak-anak mereka. Kalung suwuk ini juga masih tenar dan masih banyak anak-anak yang memakainya. Kalau menurut saya sendiri ini tidak masuk akan karena pada dasarnya bila seorang anak tidak nafsu makan maka selayaknya para ibu memberikan makanan yang bergizi dan menyehatkan untuk mereka sera membuatnya lebih menarik lagi agar anak-anak mau makan karena bentuknya yang menarik, dan bila seorang anak sakit-sakitan maka seharusnya diperiksa dulu tanyakan kepada dokter anak karena dia yang lebih tahu mengenai kondisi anak bagaimana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar