Senin, 26 Desember 2016

Pengertian Filsafat Pendidikan



Pengertian Filsafat Pendidikan

            Tujuan pendirian Negara Indonesia beserta perangkat yang menyokongnya, didasari niat baik untuk meningkatkan kecerdasan warga Negara. Istilah “mencerdaskan kehidupan bangsa” mengandung arti adanya upaya mengubah sesuatu yang “tidak atau kurang cerdas” menjadi “lebih cerdas”. Kecerdasan itu tidak bersifat individual atau social, tetapi melingkupi kecerdasan dalam kehidupan kebangsaan. Kehidupan bangsa dipahami sebagai kondisi umum yang dialami oleh warga bangsa, mulai dari keadaan ekonomi, social, dan budaya.
            Pengubahan kondisi dari “tidak cerdas” menjadi “cerdas” adalah makna esensial dari proyek pendidikan bangsa ini. Negara memiliki maksud kehidupan bangsa ini menjadi lebih cerdas, lebih berbudaya, dan lebih sejahtera. Maksud tersebut kemudian diperjelas dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewajiban membiayai setiap warga negaranya dalam hal pendidikan dasar. Pemerintah juga wajib menyelenggarakan sebuah system pendidikan nasional guna meningkatkan kecerdasan dan ketaqwaan. Di dalam UUD tersebut juga dituangkan secara jelas jumlah minimal anggaran untuk pendidikan.
            Penemuan esensi dari sebuah masalah adalah proyek filsafat. Tetapi proyek filsafat bukanlah sekedar persoalan esensi. Pasangan dari esensi adalah eksistensi. Masalah lain yang diungkapkan di dalam filsafat adalah persoalan kosmologi yang mengangkat persoalan ruang-waktu, hal yang berubah dan tetap, ada dan tiada, baik dan buruk, benar dan salah, dan masih banyak lagi. Dengan begitu, ketika kita membahas filsafat pendidikan, maka kita tidak lepas dari persoalan-persoalan metafisis yang terdapat di dalam pendidikan tersebut.
            Secara singkat, filsafat pendidikan dapat dimengerti sebagai kajian filosofis tentang asumsi-asumsi dasar, konsep, prinsip-prinsip, hingga kategori di dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan dilihat bukan sekedar sebagai konsepsi apriori, tetapi sebagai langkah-langkah aposteriori yang melibatkan fakta-fakta empiris. Karena itu, filsafat pendidikan adalah sebuah sebuah upaya pemeriksaan yang menyeluruh terhadap hal-hal utama di dalam pendidikan. Sebagai contoh persoalan filosofis dalam pendidikan adalah pertanyaan berikut ini:
1.      Apa makna terdalam dari pendidikan?
2.      Bagaimanakah eksistensi pendidikan?
3.      Di manakah penyelenggaraan pendidikan yang paling rasional?
4.      Sejak kapan penyelenggaraan pendidikan yang esensial dapat dilakukan?
5.      Bagaimana baiknya sebuah pendidikan dilaksanakan?
6.      Siapakah subjek yang terlibat di dalam pendidikan?
7.      Bagaimana sebuah pendidikan yang buruk?
8.      Bagaimana penyelenggaraan pendidikan benar?
9.      Bagaimana hubungan masing-masing masalah filosofis tersebut di dalam penyelenggaraan pendidikan?
10.  Apa hubungan esensi pendidikan dengan tujuan dari pendidikan?
            Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat diringkas di dalam kajian filsafat teoritis, yakni pertanyaan yang didasarkan pada konsep ontology (metafisik), aksiologi (etis), dan epistemologis. Jadi dengan kata lain, filsafat pendidikan adalah upaya memfilsafatkan kondisi pendidikan; bagaimana pendidikan diringkas di dalam cabang-cabang filsafat; bagaimana segala sebab dan akibat dari penyelenggaraan pendidikan susun dalam kerangka filsafat.
            Secara leksigrafis, istilah “Pendidikan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimengerti sebagai “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”. Pengertian lain diungkapkan oleh para ahli juga akan menyangkut persoalan tidakan transformasi kondisi manusia. Secara ilmiah, pendidikan diartikan sebagai pengembangan fungsi-fungsi psikis melalui latihan sehingga mencaai kesempurnaan sedikit demi sedikit. Pendidikan adalah kegiatan membina anak manusia menuju kedewasaan dan kemandirian. Pendidikan merupakan proses ketika kekayaan budaya nonfisik dipelihara atau dikembangkan dalam pengasuh anak-anak (Muhammad Rifai, 2011:7)
            Memang definisi para ahli mengenai pendidikan sangat banyak sekali; bergantung dari sudut pandang, paradigma, pendekatan, dan disiplin ilmu mana yang dipakai. Ada yang mendefinisikan pendidikan sebagai sebuah proses belajar dan penyesuaian individu secara terus menerus terhadap nilai-nilai budaya, dan cita-cita masyarakat. Secara ideal, pendidikan merupakan proses di mana sebuah bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan, dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan itu merupakan daya upaya untuk memejukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya (Ki Hadjar Dewantara, 1977:14).
            Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasioanal (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003, pada Pasal 1 ayat (1) disebutan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
            Selanjutnya, pada Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Adapun peserta didik, menurut Pasal 1 ayat (4), adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan.


Sumber Buku : Dr. Saifur Rohman, M.Hum, M.Si dan Agus Wibowo, M.Pd. 2016. Filsafat Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 3-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar