Minggu, 25 Desember 2016

Filsafat Pendidikan Masa Depan



Filsafat Pendidikan Masa Depan

            Untuk melihat wajah filsafat pendidikan masa depan, maka kita harus mengetahui perkembangan terakhir tentang filsafat dan pendidikan itu sendiri. Gambaran masa depan itu diperoleh melaui fakta-fakta yang ada di masa kini, ditambah dengan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang masuk akal yang akan terjadi di masa yang ada datang.
1.                  Posmodernisasi Pendidikan
            Reaksi atas konsep-konsep sebelumnya ini biasanya diwadahi dengan istilah konsep postmodern. Kata “post” berarti setelah sedangkan “modern” artinya setelah. Kata “modern” itu sendiri mengacu pada keadaan setelah pencerahan. Jadi urutannya dalam waktu linear, setelah masa kegelapan di Eropa (The Dark Midlle Age), abad Pertengahan (1500-an), kemudian disusun dengan pasca Pencerahan (1600-an) yang ditandai dengan Abad Reformasi di Jerman. Masa-masa perubahan itu kemudian menandai adanya gerbang masa modern uang pada abad ke-17 dan dikukuhkan dengan adanya revolusi Prancis (1789). Setelah masa modern, lahirlah masa postmodern, yakni sebuah masa yang kita alami sekarang ini.
            Konsep posmeodern itu sendiri mengandung pengertian-pengertian yang berbeda. Madzab Frankfurt di Jerman berpandangan bahwasanya konsep postmodern merupakan perpanjangan tangan dari konsep modern. Dalam bahasa juru bicaranya, Jurgen Habermas  dikatakan bahwa posmodern merupakan “proyek yang belum selesai”. Artinya, konsep-konsep yang menjadi ciri khas modern masih tetap dipergunakan, yakni akal sehat (Rene Descartes), industrialisasi (Karl Marx), positivisme dalam ilmu-ilmu social (Auguste Comte).
            Sebaliknya, tokoh Prancis yang bernama Jean-Francois Lyotard berpandangan bahwa konsep posmodern merupakan penolakan terhadap konsep modern. Hal-hal yang ditolak adalah nilai-nilai modern yang membuat manusia terjerembab ke dalam kemiskinan, eksploitasi, kesenjangan, dan dominasi. Karena itu, dia mengembangkan gagasan-gagasan yang menekankan pada semangat perlawanan terhadap nilai-nilai modern, Nilai modern yang di atas itu disebut dengan grand narrative. Sementara itu, nilai posmodern mengangkat narasinarasi kecil dengan semangat toleransi.
            Ada yang membuat jalan tengah, yakni membongkar susunan yang telah ada dan membangun dengan susunan yang baru. Pembongkaran itu menggunakan istilah arkeologi. Istilah ini diperkenalkan oleh Michel Foucault yang melihat konsep-konsep modern sebagai konsep karena justru meyembunyikan kenyataan-kenyataan mendasar. Kenyataan itlah yang justru menentukan konsep-konsep selanjutnya. Pembongkaran melalui metode arkeologis ini akan diperoleh peristiwa yang seakan-akan tidak memiliki kaitan dengan konsep modern. Peristiwa yang seakan-akan tidak memiliki kaitan itu disebut dengan diskontinuitas. Justru dari peristiwa yang diskontinu inilah sebuah konsep modern dibangun. Karena itu, konsep posmodern tidak berawal dari kontinuitas, tetapi sebaliknya, berasal dari diskontinuitas. Tidak membayangkan kenyataan yang duhadapi sebagai hal yang teratur, melainkan hal yang kacau (fraktal), chaos.
            Tiga kutup ini dapat dikatakan sebagi model-model pemikiran kontemporer dalam mereaksi pemikiran-pemikiran sebelumnya, dimasa yang akan datang, tiga sudut ini akan terus berdialog, hasil dialog itu bukanlah satu kesimpulan final, tetapi tetap sebagai simpulan sementara. Artinya, konsep filsafat yang berkembang di masa yang akan datang tidak melepaskan dari model-model konsep yang sudah ada sebelumnya. Dan simpulan sementara yang dimaksud adalah kebenran yang menjadi cirri khas masa posmodern itu.


Sumber Buku : Dr. Saifur Rohman, M.Hum, M.Si dan Agus Wibowo, M.Pd. 2016. Filsafat Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 17.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar