Minggu, 25 Desember 2016

Kedudukan Ilmu, Filsafat, dan Agama



Kedudukan Ilmu, Filsafat, dan Agama

            Ilmu, filsafat, dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflektif dengan manusia. Dikatakan terkait karena ketiganya tidak dapat bergerak dan berkembang apabila tidak ada tiga alat dan tenaga utama manusia adalah akal pikir, rasa, dan keyakinan, sehingga dengan ketiga hal tersebut manusia dapat mencapai kebahagiaan bagi dirinya.[1] Ilmu dan filsafat dapat bergerak dan berkembang berkat akal pikiran manusia. Juga, agama dapat bergerak dan berkembang berkat adanya keyakinan. Akan tetapi, ketiga alat dan tenaga utama tersebut tidak dapat berhubungan dengan ilmu, filsafat, dan agama apabila tidak didorong dan dijalankan oleh kemauan manusia yang merupakan tenaga tersendiri yang terdapat dalam diri manusia.
            Dikatakan reflektif, karena ilmu, filsafat, dan agama baru dapat dirasakan (diketahui) faedahnya/manfaatnya dalam kehidupan manusia, apabila ketiganya merefleksi (lewat proses pantul diri) dalam diri manusia.[2] Ilmu mendasarkan pada akal pikir lewat pengalaman dan indra, dan filsafat mendasarkan pada otoritas akal murni secara bebas dalam penyelidikan terhadap kenyataan dan pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusia. Sedangkan agama mendasarkan pada konsep-konsep tentang kehidupan dunia, terutama konsep-konsep tentang moral.
            Menurut Prof. Nasroen, S.H., mengemukakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan pada agama. Apabila filsafat tidak berdasarkan pada agama dan filsafat hanya semata-mata berdasarkan atas akal pikir saja,[3] filsafat tersebut tidak hanya memuat kebenaran objektif karena yang memberikan penerangan dan putusan adalah akal pikiran. Sementara itu, kesanggupan akal pikiran terbatas sehingga filsafat yang hanya berdasarkan pada akal pikir semata-mata akan tidak sanggup member kepuasan bagi manusia, terutama dalam rangka pemahamannya terhadap Yang Gaib.

Sumber : Asmoro Achmadi. (2009). Filsafat Umum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hlm. 17.


[1] Nasroen, Filsafat dan Cara Berfalsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1967, hlm. 39.
[2] J.H. Randall, Brand Blanshard, R.A. Abelson, J.F. Mora Harold Titus, dan C.H. Kaiser sependapat bahwa seni, ilmu, filsafat, dan agama (keyakinan) merupakan empat unsur eksistensi manusia, sehingga manusia dikatakan mempunyai eksistensi (hidup) apabila keempat hal tersebut berproses dalam budi manusia. Lihat The Liang Gie, op.cit., hlm. 32-46.
[3] Nasroen, op.cit., hlm. 47.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar