Bentuk Filsafat Indonesia
Bentuk filsafat Indonesia terdiri
dari lima sila berikut.
Sila
I : Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Sila
II : Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Sila
III : Persatuan
Indonesia.
Sila IV : Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Sila
V : Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sila di atas juga disebut lima
dasar sebagai suatu totalitas, merupakan suatu bulatan tunggal, yang setiap
sila-silanya selalu harus mengandung keempat sila yang lainnya. Setiap sila
tidak boleh dipertentangkan terhadap sila yang lain karena sila-sila itu
memamng tidak terdapat hal-hal yang bertentangan.
Dengan demikian, Pancasila mempunyai
sifat yang abstrak, umum, universal, tetap tidak berubah, menyatu dalam suatu
inti hakikat mutlak; Tuhan, manusia, rakyat, dan adil, yang kedudukannya
sebagai inti pedoman dasar yang tetap. Kejadian tersebut, melalui proses yang
panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa, akan tetap berakar pada
kepribadian kita berarti Pancasila merupakan pandangan hidup seluruh bangsa
Indonesia. Jadi, Pancasila adalah satu-satunya pandangan hidup (filsafat) yang
dapat mempersatukan rakyat dan bangsa Indonesia.[1]
Sumber
: Asmoro Achmadi. (2009). Filsafat Umum.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hlm. 111.
[1] Dirangkum dari Notonagoro, Pancasila secara Ilmiah Populer,
Pancuran Tujuh, Yogyakarta, 1968; Nasroen, Falsafah
dan Cara Berfalsafah, Bulan Bintang, Jakarta, 1967; idem, Falsafah Indonesia, Bulan Bintang,
Jakarta, 1968; Soejadi (Ed.), Beberapa
Pemikiran Kefilsafatan, Fak. Filsafat UGM, Yogyakarta, 1982; dan
Drijarkara, Filsafat Manusia,
Kanisius, Yogyakarta, 1969.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar