Dasar-Dasar Kajian Filsafat
Pendidikan
Pemahaman filsafat pendidikan dalam
buku ini dimulai dari pemahaman yang jernih tentang filsafat itu sendiri.
Konsep-konsep dalam filsafat langsung menggunakan istilah khususnya, yakni
kosmologi, etika, logika, estetika, maupun ontologi. Demikian pula,
konsep-konsep dalam filsafat terapan tidak menggunakan embel-embel terapan di
belakangnya, tetapi langsung merujuk paada disiplin ilmu yang dikembangkan,
misalnya, filsafat pengetahuan, filsafat politik, filsafat social, dan
seterusnya. Jadi istilah filsafat teoritis adalah merangkum gagasan-gagasan
yang biasa diperbincangkan dalam filsafat sebagai disiplin ilmu. Demikian
filsafat terapan juga dimanfaatkan untuk merangkum aneka-aneka jejak filsafat
dalam lapangan ilmu lain.
Filsafat pendidikan merupakan
bagisan dari filsafat terapan. Untuk lebih memahami arti teoritis dan terapan,
kita ada sebuah contoh, misalnya ilmu matematika. Dalam matematika ada konsep
geometri, aljabar, himpunan, dan trigonometri. Konsep aljabar dikembangkan
sedemikian rupa dalam bentuk persamaan-persamaan. Dalam persamaan itu ada
kaidah penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Objeknya adalah
angka-angka abstrak untuk memecahkan persoalan-persoalan di dalam ilmu aljabar.
Sebagai contoh permasalahan di dalam persamaan kuadrat ada hokum-hukum
distributive yang perlu diuji. Pengujian itu memerlukan angka masalah yang bisa
mengukuhkan atau membatalkan. Ini disebut dengan matematika teoritis.
Contoh lain, ilmu sosiologi. Dalam
ilmu sosiologi dibahas tentang hubungan-hubungan antara individu dengan
individu lain atau satu kelompok dengan kelompok yang lain. Hubungan itu bisa
didasarkan pada darah (kekeraban), maupun didasarkan pada air (kepentingan).
Dalam suatu komunitas yang diselidiki, ada masalah inses (perkawinan dalam
hubungan darah). Pemecahan terhadap masalah ini sangat bermanfaat untuk
pengembangan konsep-konsep sosiologi. Maksudnya, apakah masalah inses ini hanya
terjadi dalam satu kelompok atau semua kelompok di dunia, ini akan sangat
menentukan perkembangan ilmu sosiologi di masa depan. Ini disebut dengan
sosiologi teoritis.
1. Pendidikan
Sebagai Konsep
Pendidkan
secara filosofis haruslah dilihat sebagai konsep. Konsep adalah hasil
pengetahuan. Konsep mewadahi seluruh jerih payah dari “mengetahui dengan
benar”. Konsep merupakan kontruksi pengetahuan yang terstruktur untuk
menjelaskan segala hal. Untuk memperoleh konsep yang benar, diperlukan dua
syarat, yakni ada objek yang sesuai dengan konsepnya. Artinya, konsep benar dan
objek benar.
Soalnya,
dalam filsafat sebagai disiplin ilmu, ada sejumlah objek yang benar sehingga
memunculkan konsep yang benar. Dengan begitu, praktis dalam filsafat terdapat
jenis-jenis konsep yang bisa dipelajari lebih lanjut. Untuk memahami konsep
tersebut, ada baiknya mengingatkan kembali tentang objek-objek filsafat –
sebagaimana pernah dipelajari dalam objek filsafat. Objeknya adalah materi (ens corporalis), tumbuhan (ens vegetatum), yang bergerak (ens animalis), yang berpikir (ens rationalis), dan yang bersimbol (ens symbolicum). Materi adalah segala
hal yang bisa dicerap pancaindra. Pencerapan ini menghasilkan konsep-konsep
yang didasarkan pada materi, misalnya, tentang ruang, waktu, alam semesta,
bahkan pengetahuan itu sendiri.
2. Asas
Pemeriksaan Konsep Filsafat Pendidikan.
Maksudnya,
asas pemeriksaan konsep adalah dasar-dasar pemeriksaan terhadap konsep
filsafat. Bagaimana mengetahui adanya unsur dominan di dalam konsep pendidikan?
Kita harus faham bahwasanya konsep adalah struktur utuh dari ide-ide. Sebagai
struktur hal itu memiliki unsur-unsur yang fungsional, memiliki system input dan output, serta memilki orientasi sehingga memiliki corak tertentu.
Corakan muncul dari sebuah system ketika perilaku system itu mengarah pada
sasaran tertentu. Perilaku ini disebut pula dengan operasi. Itulah rangkuman
pembicaraan mengetahui tentang “mengetahui yang benar”.
Mengigat
konsep tidak bisa dilepaskan dari asal-muasal, proses, dan tujuan, maka daalm
pemeriksaan konsep gagasan “asal-muasal, proses, dan tujuan” itu merupakan
patokan awalnya. Asal-muasalnya filsafat adalah dari segala tujuan yang tampak
(dokei moi) atau yang tak tampak (dokein). Asal-muasal ini sebut dengan
representasi. Prosenya adalah bagaimana cara mengetahui yang benar. Cara
mengetahui ini disebut dengan epistemologi. Sementara itu, tujuan akhirya
adalah: hakikat yang merangkum keseluruhan masalah yang terjadi sebelumnya.
Hakikat ini disebut dengan metafisika.
Sumber
Buku : Dr. Saifur Rohman, M.Hum, M.Si dan Agus Wibowo, M.Pd. 2016. Filsafat
Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar