Senin, 26 Desember 2016

MAKALAH KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM



MAKALAH KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM

BAB I
PENDAHULUAN
1.             Latar Belakang Masalah
          Kurikulum dapat diartikan dengan  beragam variasi. Ada yang memandangnya secara sempit, yaitu kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Ada yang mengartikannya secara luas, meliputi semua pengalaman yang diperoleh siswa karena pengarahan, bimbingan dan tanggung jawab sekolah. Kurikulum juga diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan, dan juga sebagai pelaksanaan dari rencana yang sudah direncanakan. Tidak semua yang ada dalam kurikulum tertulis, kemungkinan dilaksanakan dikelas.  Kurikulum dapat mencangkup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa macam mata pelajaran. Apakah dalam lingkup yang luas atau sempit, kurikulum membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi dari komponen-komponen kurikulum den gan perlengkapan penunjangnya.

2.             Rumusan Masalah
A.  Apa pengertian kurikulum?
B.  Apa saja dimensi-dimensi kurikulum?
C.  Dan apa saja komponen-komponen kurikulum?

3.             Tujuan
          Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca, dan pembaca dapat memahami apa yang dimaksud dengan komponen kurikulum dan mengetahui komponen-komponen penyusun kurikulu serta dimensi-dimensi kurikulum.



BAB II
PEMBAHASAN
A.           PENGERTIAN KURIKULUM
Secara etimologis, istilah kurikulum berasal adari bahsa yunai, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat
berpaci”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atlentik pada zaman romawi kuno di Yunani. Dalam bahasa Perancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari. Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh mendali atau penghargaan. Jarak yang harus ditempuh tersebut kemudian diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya.
Gerakan kurikulum modern sebenarnya sudah ada di Amerika sejak tahun 1950-an. Ketika itu, B. Othanel Smith, W.O. Stanley dan J.Harlan Shores memandang kurikulum sebagai  a sequence of potential experiences set up in the school for the pupose of disciplining children and youth in group ways of thinking and acting. Pengertian ini menunjukan kurikulum bukan hanya mata pelajaran, tetapi juga pengalaman-pengalaman potensial yang dapat diberikan kepada peserta didik. Selanjutnya J. Galen Saylor dan William M. Alexander mengemukakan bahwa the curriculum is the sun total of school’s efforts to influence learning, whether in the classroom, on the playground, or out of the school. Pengertian ini lebih luas lagi dari pengertian sebelumnya. Kurikulum tidak hanya mata pelajaran dan pengalaman melainkan semua upaya sekolah untuk mempengaruhi peserta didik belajar, baik dikelas, dihalaman sekolah atau diluar sekolah.
          Pengertian kurikulum secara modern adalah semua kegiatan dan pengalaman petensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah, baik yang terjadi didalam kelas, di halaman sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

B.            DIMENSI-DIMENSI KURIKULUM
          William H.Schubert (1986), merinci pengertian kurikulum dalam berbagai dimensi, yaitu “kurikulum sebagai content atau subject matter, kurikulum sebagai program planned activities, kurikulum sebagai intended learning outcomes, kurikulum sebagai cultural reproduction, kurikulum sebagai experience, kurikulum sebagai discrete tasks and concepts, kurikulum sebagai agenda for social reconstruction, dan  kurikulum sebagai currere”.
          S.Hamid Hasan (1988), berpendapat bahwa ada empat dimensi kurikulum yang saling berhubungan, yaitu “ kurikulum sebagai suatau ide atau konsepsi, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses), dan kurikulum sebagai suatu hasil belajar”. Selanjutnya Nana Sy. Sukmadinata (2005) meninjau kurikulum dari tiga dimensi, yaitu “ kurikulum sebagai ilmu, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai rencana”.  Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada enam dimensi kurikulum, yaitu :

1.             Kurikulum Sebagai Suatu Ide
          Ide atau konsep kurikulum bersifat dinamis, dalam arti akan selalu berubah mengikutip perkembangan zaman, minat dan kebutuhan peserta didik, tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Ide atau gagasan tentang kurikulum hanya ada dalam pemikiran seseorang yang terlibat dalam proses pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti kepala dinas pendidikan, pengawas, kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua. Ketika orang berpikir tentang tujuan sekolah, materi yang harus disampaikan kepada peserta didik, kegiatan yang dilakukan oleh guru, orang tua, dan peserta didik, objek evaluasi, maka itulah dimensi kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi. Paling tidak itulah konsep kurikulum menurut mereka. Ide atau konsepsi kurikulum setiap orang tentu berbeda, sekalipun orang-orang tersebut berada dalam satu keluarga. Perbedaan ide dari orang-orang tersebut sangat penting untuk dianalisis bahkan dapat dijadikan landasan pengembangan kurikulum.
          Dimensi kurikulum sebagai suatu ide, biasanya dijadikan langkah awal pengembangan kurikulum, yaitu ketika melakukan studi pendapat. Dari sekian banyak ide-ide yang berkembang dalam studi tersebut, maka akan dipilih dan ditentukan ide-ide mana yang dianggap paling kreatif, inovatif, dan konstruktif sesuai dengan visi-misi dan tujuan pendidikan nasional. Pemilihan ide-ide tersebut pada akhirnya akan dipilih dalam sebuah pertemuan konsultatif berdasarkan tingkat pengambilan keputusan yang tinggi. Di Indoonesia, pengambilan keputusan yang tertinggi adalah Menteri Pendidikan Nasional. Beliau juga sebagai penentu kebijakan kurikulum yang berlaku secara nasional. Mengingat pengaruhnya yang begitu kuat dan besar, sera memiliki kedudukan yang startegis, maka tim pengembang kurikulum biasanya akan mengacu pada ide atau konsep kurikulum menurut menteri tersebut. Selanjutnya, ide-ide MENDIKNAS dituangkan dalam sebuah kebijakan umu sampai menjadi dimensi kurikulum sebagai rencana.

2.             Kurikulum Sebagai Suatu Rencana Tertulis
          Dimensi kurikulum sebagai rencana biasanya dituangkan dalam suatu dokumen tertulis. Dimensi ini menjadi banyak perhatian orang, karena wujudnya dapat dilihat, mudah dibaca dan dianalisis. Dimensi kurikulum ini pada dasarnya merupakan realitas dari dimensi kurikulum sebagai ide. Aspek-aspek penting yang perlu dibahas, antara lain : mengembangkan tujuan dan kompetensi, struktur kurikulum, kegiatan dan pengalaman belajar,  organisasi kurikulum, manajemen kurikulum, hasil belajar, dan sistem evaluasi. Kurikulum sebagai suatu ide harus mengikuti pola dan ketentuan-ketentuan kurikulum sedagai rencana banyak mengalami kesulitan, karena ide-ide yang ingin disampaikan terlalu umum dan banyak yang tidak dimengerti oleh para pelaksana kurikulum.

3.             Kurikulum Sebagai Suatu Kegiatan
          Kurikulum dalam dimensi ini merupakan kurikulum yang sesungguhnya terjadi dilapangan (real curriculum). Peserta didik mungkin saja memikirkan kurikulum sebagai ide, tetapi apa yang dialaminya merupakan kurikulum sebagai kenyataan. Anatara ide dan pengalaman mungkin sejalan, tetapi mungkin juga tidak. Banyak ahli kurikulum yang masih mempertentangkan dimensi ini, dalam arti apakah suatu kegiatan termasuk kurikulum atau bukan. Misalnya , MacDonald (1965), Johnson (1971), Popham dan Baker (1970), Inlow (1973), dan Beauchamp (1975) tidak menganggap suatu kegiatan sebagai kurikulum. Bagi Beauchamp, Kurikulum adalah a written document yang masuk dalam dimensi rencana, sedangkan ahli lainnya melihat kurikulum hanya sebagai hasil belajar. Meskipun demikian, banyak juga ahli kurikulum lain yang mengatakan suatu kegiatan atau proses termasuk kurikulum, seperti Frost dan Rowland (1969), Zais (1976), Egan (1978), Hunkins (1980), Tanner and Tanner (1980), serta Schubert (1986).
          Kurikulum harus dimaknai dalam satu kesatuan yang utuh. Jika suatu kegiatan tidak termasuk kurikulum berarti semua kegiatan di sekolah atau di luar sekolah (seperti program pelatihan profesi, kuliah kerja nyata, dan lain-lain) tidak termasuk kurikulum. Dengan demikian, hasil belajar peserta didik di sekolah maupun diluar sekolah merupakan refleksi dan realisasi dari dimensi kurikulum sebagai rencaana tertulis. Apa yang dilakukan peserta didik dikelas juga merupakan implementasi kurikulum. Artinya, antara kurikulum sebagai ide dengan kurikulum sebagai kegiatan (proses) merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, suatu kesatuan yang utuh. Tidak ada alasan untuk mengatakan dimensi kurikulum sebagai suatu kegiatan bukan merupakan kurikulum, karena semua kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung  jawab sekolah merupakan bagian dari kurikulum.

4.             Kurikulum Sebagai Hasil belajar
          Hasil belajar adalah kurikulum, tetapi kurikulum bukan hasil dari belajar.  Pernyataan ini perlu dipahami sejak awal, karena banyak orang tahu bahwa hasil belajar merupakan bagian dari kurikulum, tetapi kurikulum bukan hanya hasil belajar. Banyak juga orang tidak tahu bahwa pengertian kurikulum dapat dilihat dari dimensi hasil belajar, karena memang tidak dirumuskan secara formal. Begitu juga ketika dilakukan evaluasi secara formal tentang kurikulum, pada umumnya orang selalu mengaitkannya dengan hasil belajar. Sekalipun, evaluasi kurikulum sebenar jauh lebih luas dari pada penilaian hasil belajar. Artinya, hasil belajar bukan satu-satunya objek evaluasi kurikulum. Meskipun demikian, hasil belajar dapat dijadikan sebagai salah satu dimensi pengertian kurikulum. Evaluasi kurikulum ditunjukan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi kurikulum, sedangkan fungsinya adalah untuk memperbaiki, menyerpurnakan atau mengganti kurikulum dalam dimensi sebagai rencana.
          Hasil belajar  sebagai bagian dari kurikulum terdiri atas berbagai  domain, seperti pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai. Secara teoritis, domain hasil belajar tersebut dapat dipisahkan, tetapi secara praktis domain tersebut harus bersatu. Hasil belajar juga banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor guru, peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan. Kurikulum sebagai hasil belajar merupakan kelanjutan dan dipengaruhi oleh kurikulum sebagai kegiatan serta kurikulum sebagai ide. Menurut Zainal Arifin (2009) hasil belajar memiliki beberapa fungsi utama, yaitu “ sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik, sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, sebagai indikator inter dan ekster dari suatu institusi pendidikan, dan dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) peserta didik”.

5.             Kurikulum Sebagai Suatu Disiplin Ilmu
          Sebagai suatu disiplin ilmu, berarti kurikulum memiliki konsep, prinsip, prosedur, asumsi, dan teori yang dapat dianalisis dan dipelajari oleh pakar kurikulum, peneliti kurikulum, guru atau calon guru, kepala sekolah, pengawas atau tenaga kependidikan lainnya yang ingin mempelajari tentang kurikulum. Di Indonesia, pada tingkat sekolah menengah pertama pernah ada Sekolah Pendidikan Guru (SPG), Sekolah Guru Atas, Pendidikan Guru Agama (PGA) dan lain-lain. Pada tingkat Universitas ada juga program studi pengembangan kurikulum, baik dijenjang S.1 (Sarjana), S.2 (Magister), maupun S.3 (Doktor). Semua peserta didiknya wajib mempelajari tentang kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu adalah untuk mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
6.             Kurikulum Sebagai Suatu Sistem
          Sistem berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani (sustema) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai tujuan.
          Sistem kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem persekolahan, dan sistem masyarakat.  Suatu sistem kurikulum di sekolah merupakan sistem tentang kurikulum apa yang akan disusun dan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa sistem kurikulum mencakup tahap-tahap pengembangan kurikulum itu sendiri, mulai dari perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum, evaluasi kurikulum, perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Kurikulum sebagai suatu sistem juga menggambarkan tentang komponen-komponen kurikulum.
          Kurikulum dapat dikatakan sebagai suatu sistem, mengapa? Karena kurikulum memiliki tujuan yang satu dan memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti sistem. Sistem adalah suatu kesatuan sejumlah elemen (objek, manusia, kegiatan, informasi, dsb) yang terkait dalam proses atau struktur dan dianggap berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam mencapai satu tujuan.
Jika pengertian di atas dipadukan, maka sangat mungkin dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan suatu sistem, karena ada sejumlah komponen dalam terbentuknya kurikulum yang saling berkaitan dan terikat, dan memiliki tujuan yang utuh. Jika suatu sistem kurikulum dapat di analogikan dengan organisme manusia yang memiliki susunan anatomi tubuh tertentu.

C.           KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
1.             Komponen Kurikulum
          Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang pengembang terlebih dahulu mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang dikemukakan Tyler (1950 dalam Taba, 1962 : 422) bahwa “it is important as a part of a comprehensive theory or organization to indicate just what kinds of elements will serve statisfactorily as organizing elements. And in a given curriculum it is important to identify the particular element that shall be used.” Dari pernyataan Tyler tersebut, tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Herrick (1950 dalam Taba, 1962 : 425) mengemukakan 4 (empat) elemen, yakni : tujuan (objectives), mata pelajaran (subject matter), metode dan organisasi (method and organization), dan evaluasi (evaluation). Sedangkan ahli yang lain mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4 (empat) komponen dasar: (1) aims, goals, and objective, (2) content, (3) learning activities, dan (4) evaluations (Zais, 1976 : 292). Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 110) mengemukakan empat komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian, serta evaluasi. Berdasarkan uraian tetntang komponen-komponen kurikulum sebelumnya, yakni komponen kurikulum yang terdiri dari: tujuan, materi/pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.
a.    Tujuan.
          Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikulum yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena tidak ada satu pun aspek-aspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan. Dalam kenyataannya, aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan tentang tujuan kurikulum di Indonesia. Hierarki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (Pancasila) dan kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan kelembangaan (tujuan institusional) merupakan tujuan yang menjabarkan tentang tujuan nasional bersumber pada tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran/ bidang studi dijabarkan dari tujuan kelembagaan, bersumber pada karakteristik mata pelajaran/ bidang studi, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan yang terbawah dari hierarki tujuan kurikulum di Indonesia adalah tujuan pengajaran, yakni suatu tujuan yang menjabarkan suatu tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa.
          Tujuan pengajaran terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajaran (TUP) dan Tujuan Khusus Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam perumusannya, tujuan tersusun hierarki vertikal dari yang tertinggi ke yang terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannnya secara hierarki vertikal dari tujuan terendah ke tujuan yang lebih tinggi. Untuk memperjelas uraian, berikut merupakan sistematika hierarki tujuan kurikulum di Indonesia.
Jenjang Tujuan
Dokumen
Penanggung Jawab
Tujuan Pendidikan
UU SPN & GBHN
Menteri Dikbud
Tujuan Kelembangaan
Kurikulum Tiap Lembaga
Kepala Sekolah
Tujuan Kurikuler
G B P P
Guru mata pelajaran/bidang studi/kelas
Tujuan Pengajaran
GBPP & Rancangan Pembelajaran
Guru mata pelajaran/bidang studi/kelas
Tabel 8.1 : Sistematika Hierarki Tujuan Kurikulum di Indonesia
          Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti terurai sebelumnya, tersurat sampai dengan Kurikulum yang Disempurnakan (KYD) SD/SLTP/SLTA tahun 1984/1985 atau 1985/1986. Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja berkembang atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan zaman.
          Pengembangan hierarki kurikulum secara vertikal di Indonesia tertampak dalam draft kurikulum tahun1994/1995. Hierarki tujuan kurikulum vertikal yang tersurat dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang studi, tujuan kelas, dan tujuan catur wulan, serta tujuan pengajaran. Secara garis besar hierarki tujuan kurikulum dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditunjukan untuk lebih mempertajam hierarki tujuan kurikulum. Adanya hierarki tujuan kurikulum yang lebih tajam diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkannya.
     Dalam kurikulum suatu sekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalui sekolah yang berangkutan. Ada dua jenis tujuan yang terkandung dalam kurikulum.
v   Tujuan yang ingin dicapai secara keseluruhan
          Selaku lembaga pendidikan, setiap sekolah mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka menyelesaikan seluruh program dari sekolah tersebut.
          Tujuan dari sekolah kita namakan sebagai tujuan Intitusional  atau tujuan lembaga, misalnya tujuan SD, tujuan SMP, tujuan SMA dsb. Atas dasar inilah kemudian ditetapkan bidang-bidang studi atau bidaang pengajaran yang akan diajarkan pada sekolah yang bersangkutan.
v   Tujuan yang ingin dicapai bidang studi
          Tujuan ini juga digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka mempelajari suatu bidang studi tertentu dari lembaga sekolah tertentu.
b.    Materi/pengalaman belajar.
          Hal yang merupakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara yang paling efektif dan supaya pengetahuan paing penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976 : 322). Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 :114). Namun demikian sebenarnya tidak cukup hanya isi/bahan ajaran saja yang dipikirkan dalam kegiatan pengembangan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebih efektif. Hal ini berarti kita memandang kurikulum sebagai suatu  rencana untuk belajar, dan tujuan menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara pasti mencakup seleksi dan organisasi isi/materi dan pengalaman belajar (Taba 1962 : 266). Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetahuan keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar atau tentang bagaimana disiplin berpikir dalam suatu disipli ilmu. Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat kita lihat pada pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini : “selecting the content, with accompanying learning experiences, is one of the two central decision in curriculum making, and therefore rational method of going about it is a matter of great content.”
c.    Organisasi.
          Perbedaan antara belajar disekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna  bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan pendapat Taba tersebut, jelas bahwa materi dan pengalaman belajar dalam kurikulum diorganisasikan bahwa untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Namun demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleksnya pengorganisasian kurikulu dikarenakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi semua pengethauan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan maslaah proses pembelajaran (Sumantri, 1988 : 23). Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi, kontinuitas, dan integrasi.
d.   Evaluasi.
          Evaluasi merupakan komponen keempat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditunjukan untuk melakukan terevaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses belajar siswa) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Lebih lanjut Zais (1976 : 378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas merupakan suatu isaha sangat besar yang kompleks yang menantang untuk mengkodifikasi dari proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menulis dokumen yang tertulis, tetapi yang lebih penting adalah komponen kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, dan material. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara keseluruhan, baik evaluasi belajar siswa, maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai landasan pembangunan kurikulum. Dari uraian tentang evaluasi ini, jelaslah bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang kecil sebagai komponen kegiatan kurikulum evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Kehiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.
          Demikianlah uraian tentang empat komponen kurikulum yang saling terkait satu dengan yang lain, guru terlibat dan berperan dalam menyelaraskan empat komponen kurikulum tersebut. Keselarasan antara empat komponen tersebut akan dapat dihasilkan melalui pengembangan kurikulum yang memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

2.             Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
          Ada berbagai prinsip pengembangan kurikulum yang merupakan kaidah yang menjiwai kurikulum tersebut. Pengembangan kurikulum dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang di dalam kehidupan sehari-hari atau menciptakan prinsip-prinsip baru. Sebab itu, selalu mungkin terjadi suatu kurikulum menggunakan prinsip-prinsip berbeda dengan yang digunakan kurikulum lain (Depdikbud, 1982 : 27). Berbagai prinsip pengembangan kurikulum tersebut antaranya: prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip relevansi, prinsip efisiensi, prinsip efektivitas, prinsip fleksibiltas, prinsip integritas, prinsip kontinuitas, prinsip sinkronisasi, prinsip objektivitas, prinsip demokrasi, prinsip praktis (Depdikbud, 1982 : 27-28; Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 167-168). Dari berbagai prinsip pengembangan kurikulum tersebut, tia diantaranya yakni prinsip relevansi, prinsip kontinuitas, dan prinsip fleksibilitas akan diuraikan berikut ini.
a.    Prinsip Relevansi.
          Apabila pengembang kurikulum melaksanakan pengembangan kurikulum dengan memilih jabaran. Komponen-komponen agak sesuai (relevan) dengan berbagai tuntutan, maka pada saat itu ia sedang menerapkan prinsip relevansi pengembangan kurikulum. Relevansi berarti sesuai antara komponen, tujuan, isi/pengalaman belajar. Organisasi dan evaluasi kurikulum dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang di idealkan Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 167-168). Membedakan relevansi menjadi dua macam, yakni relevansi keluar maksudnya tujuan, isi dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Sedangkan relevansi ke dalam yaitu terjadi relevansi di antara komponen-komponen kurikulum, tujuan, isi, proses penyampaian dan evaluasi.

b.    Prinsip Kontinuitas.
          Komponen kurikulum yakni tujuan, isi atau pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi dikembangkan secara bersinambungan. Prinsip kontinuitas atau berkesinambungan hendaki pengembangan kurikulum yang berkesinambungan secara vertikal dan berkesinambungan secara horizontal. Berkesinambungan secara vertikal (bertahap atau berjenjang) dalam artian jenjang pendidikan yang satu dengan yang lebih tinggi dikembangkan kurikulumnya secara berkesinambungan tanpa ada jarak diantara keduanya, dari tujuan pembelajaran sampai ke tujuan pendidikan nasional juga berkesinambungan, demikian pula komponen yang lain. Berkesinambungan secara vertikal menuntut adanya kerja sama antara pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah, dan jenjang pendidikan tinggi (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 168). Sedangkan berkesinambungan horizontal (berkelanjutan) dapat diartikan pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dan tingkat atau kelas yang sama tidak terputus-putus dan merupakan pengembangan yang terpadu.

c.    Prinsip Fleksibilitas.
          Para pengembang kurikulum harus menyadari bahwa kurikulum harus mampu disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang tanpa merombak tujuan pendidikan yang harus dicapai (Depdikbud, 1982 : 27). Selain itu, perlu disadari juga bahwa kurikulum dimaksudkan untuk mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang yang akan datang, disini dan ditempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 168). Dari uraian sebelumnya, jelas bahwa prinsip fleksibilitas menuntut adanya keluwesan dalam mengembangkan kurikulum tanpa mengorbankan tujuan yang hendak dicapai. Namun demikian, keluwesan jangan diartikan bahwa kurikulum dapat diubah kapan saja keluwesan harus diterjemahkan sebagai kelenturan melakukan penyesuaian-penyesuaian kurikulum dengan setiap situasi dan kondisi yang selalu berubah.
          Apabila kita mengkaji komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum keduanya saling terkait satu sama lain. Pengembangan kurikulum dengan sendirinya berkenaan dengan komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum sekaligus. Penguasaan tentang komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dipersyaratkan bagi setiap pengembang kurikulum.
          Adapun komponen-komponen kurikulum pada prinsipnya terdiri dari empat macam komponen yaitu; tujuan, materi, metode dan evaluasi.
a.    Komponen Tujuan
          Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau salah satu sasaran yang harus dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum. Kompenen ini sangat penting karena melalui tujuan, melaui proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk mencapai tujuan kurikulum dimaksud. Tujuan kurikulum dapat dispesifikasikan kedalam tujuan pembelajaran umum yaitu berupa tujuan yang dicapai untuk satu semester, atau tujuan pembelajaran khusus yang menjadi terget pada setiapkali tatap muka. Dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi tujuan pembelajaran umum disebut dengan istilah standar kompetensi. Sedangkan untuk tujuan pembelajaran pembelajaran khusus digunakan istilah kompetensi dasar. Pencapaian komponen tujuan kurikulum akan menjadi sangat penting karena pencapaian komponen tujuan ini berakibat langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan selanjutnya.
b.    Komponen Materi
          Komponen materi adalah komponen yang didesain untuk mencapai komponen tujuan. Yang dimaksud dengan komponen materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran dengan mencapai komponen tujuan komponen materi harus dikembangkan untuk mencapai komponen tujuan, oleh karena itu komponen tujuan dengan komponen materi atau dengan komponen-komponen lainnya haruslah dilihat dari sudut hubungan yang fungsional. Huungan fungsional dalam konteks ini adalah hubungan yang didasarkan atas fungsi masing-masing komponen kurikulum, sehingga jika salah satu komponen tidak berfungsi maka dengan sendirinya mengakibatkan komponen yang lain menjadi tidak berfungsi. Karena itu komponen materi (isi) harus benar-benar dilihat kesesuainnya dengan pencapaian tujuan kurikulum.
c.    Komponen Metode
          Komponen metode dapat dibagi ke dalam dua bagian yang dikenal dengan komponen metode dalam pengertian luas dan komponen metode dalam pengertian sempit. Komponen metode dalam pengertian luas berarti metode tidak hanya sekedar metode mengajar, seperti metode ceramah, tanya jawab dan sebagainya. Dalam pengertian seperti ini metode diartikan dalam arti sempit, yaitu berupa penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau belajar. Sedangkan metode dalam arti luas dipersoalkan misalkan mengenai bagaimana membangun nilai, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan pada diri anak. Dari pengertian luas seperti ini komponen metode kurikulum dapat mencakup persoalan-persoalan yang integral dari berbagai persoalan seperti cara penyampaian guru, cara memimpin sekolah, cara karyawan bekerja dan cara-cara lain yang saling terkait yang dilakukan oleh SDM sekolah atau oleh penguasa yang semuanya berpengaruh terhadap pembangunan nilai-nilai dari semua materi pelajaran yang dianjurkan guru kepada siswa.
          Komponen metode dikatakan juga komponen proses karena metode berada pada proses. Komponen ini tidak kalah pentingnya dengan komponen lain, karena komponen metode akan menjawab bagaimana proses kurikulum yang ditempuh dapat mentransformasikan berbagai macam nilai ke dalam diri anak. Yang jelas bahwa komponen metode harus terjamin mutunya karena dari proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik. Untuk membuat siswa bermutu jelas tidak bisa dilakukan dengan mudah seperti semudah membalik telapak tangan. Untuk membuat siswa bermutu jelaslah membutuhkan waktu, media dan proses yang bermutu pula.
d.   Komponen Evaluasi
          Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang dapat diperbandingkan seperti halnya penjaga gawang dalam permainan sepak bola. Komponen evaluasi harus benar-benar difungsikan karena perannya seperti goal keeper jika dalam permainan sepak bola penjaga gawang tidak berfungsi, maka tendangan yang mengarah ke gawang dengan sendirinya menghasilkan goal, akibatnya pemain-pemain yang lain dari kesebelasan itu menjadi lemah daya tempurnya (impotens). Jika dihubungkan dengan evaluasi maka fungsi evaluasi itu sendiri adalah untuk mengukur berhasil atau tidaknya pelaksanaan kurikulum. Memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak untuk diluluskan dan siapa yang belum berhak di luluskan. Mengingat bahwa kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang sudah di desain dan dilaksanakan untuk mencapai target tertentu, maka evaluasi harus didasarkan atas pencapaian target kurikulum. Karena itu siswa yang dapat mencapai targetlah yang berhak untuk diluluskan, sedangkan siswa yang tidak mencapai target (perilaku yang diharapkan) tidak berhak untuk diluluskan.
          Dilihat dari fungsi  dan urgensi evaluasi demikian, kita melihat kenyataannya dunia pendidikan kita telah melakukan pelanggaran terhadap  komponen kurikulum yang sangat bersifat prinsip. Dari sudut komponen evaluasi misalnya, berapa banyak guru yang mengajarkan suatu mata pelajaran yang sesuia dengan latar belakang pendidikan guru dan ditunjang pula oleh media dan sarana belajar yang memadai serta murid yang normal justru meluluhkan siswa sementara siswa sendiri belum menguasai prilaku yang diharapkan dari komponen tujuan kurikulum. Keadaan sperti ini dalam bahasa agama disebutkan bahwa pendidikan kita telah diselimuti oleh kedzaliman-kedzaliaman atau penghianatan-penghianatan oleh pihak-pihak tertentu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan. Hal nini lambat laun akan membuat praktek-praktek pendidikan yang tidak benar sekarang melahirkan manusia-manusia yang fasik dan dzalim. Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Hal ini jelas membuat “negara dalam bahaya” karena tidak didinding oleh SDM yang bermoral dan akademik.
Sementara Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu:
1.     Objective (tujuan)
2.     Knowledges (isi atau materi)
3.     School learning experiences (interaksi belajar mengajar di sekolah) dan
4.     Evaluation (penilaian). Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan Karya (1992), serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun istilah komponen yang dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni:
·        Tujuan
·        Isi dan struktur kurikulum
·        Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar), dan
·        Evaluasi




BAB III
PENUTUP
A.           KESIMPULAN
Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak dapat dipisahkan dari suatu sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan sistem kurikulum. Kurikulum mempunyai beberapa dimensi yaitu kurikulum sebagai suatau ide, rencana tertulis, hasil dari belajar, kegiatan dan sebagai disiplin ilmu dan sebagai suatu sistem. Komponen kurikulum memiliki beberapa komponen yaitu diantaranya tujuan, materi atau pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi.
          Kurikulum dapat dikatakan sebagai suatu sistem, mengapa? Karena kurikulum memiliki tujuan yang satu dan memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti sistem. Sistem adalah suatu kesatuan sejumlah elemen (objek, manusia, kegiatan, informasi, dsb) yang terkait dalam proses atau struktur dan dianggap berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam mencapai satu tujuan.
Jika pengertian di atas dipadukan, maka sangat mungkin dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan suatu sistem, karena ada sejumlah komponen dalam terbentuknya kurikulum yang saling berkaitan dan terikat, dan memiliki tujuan yang utuh. Jika suatu sistem kurikulum dapat di analogikan dengan organisme manusia yang memiliki susunan anatomi tubuh tertentu.
B.            SARAN
          Pembuatan makalah ini untuk menambahkan wawasan tentang komponen-komponen kurikulum. Penulisan makalah ini di buat hanya agar dapat menjadi wawasan sekilas dan tambahan tentang komponen-komponen kurikulum. Penulis berharap makalah ini dapat menjadi pengetahuan bagi para pembaca dalam memahami kurikulum yang dilaksanakan.


DAFTAR PUSTAKA
Arifin Zainal,(2011), Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Dimyati, Mudjiono, (2010), Belajar dan Pembelajaran,  Jakarta : PT Rineka Cipta
                                                                                                                                                                                                                                               


1 komentar:

  1. QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE
    Come & Join Us!

    BalasHapus