PERMASALAHAN
PENDIDIKAN
Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah.
Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan
di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10
dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada
level 14 dari 14 negara berkembang.
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara. Pendidikan bukan untuk menjadikan manusia cerdas, tatapi
adalah sarana untuk menjadikan manusia sadar.
Isu kontemporer dalam dunia pendidikan
diantaranya yaitu sebagai berikut:
1.
Media pendidikan
Media berasal dari bahasa latin yang
mempunyai arti antara. Jadi pengertian media dalam pembelajaran adalah segala
bentuk alat kominikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari
sumber ke peserta didik. Tujuannya yaitu untuk meransang mereka untuk
mengetahui dan mengikuti kegiatan pembelajaran media. Dalam proses
pembelajaran, media telah dikenal sebagai alat bantu mengajar yang seharusnya
dimanfaatkan oleh pengajar, namun kerap kali terabaikan. Karakteristik dan
kemampuan masing-masing media perlu mendapat perhatian dari para pengajar
sehingga mereka dapat memilih media yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi berpengaruh terhadap perkembangan media pembelajaran, dengan
dikembangkannya media pembelajaran yang berbasis komputer. Komputer merupakan
alat atau sarana yang membantu pengajar dalam proses pembelajaran. Akan tetapi
harus memperhatikan karakteristik pembelajaran, lingkungan, dan budaya
setempat.
2.
Kualitas Tenaga Pendidik
Salah satu faktor rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya
para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan
kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki
siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah
dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya
memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak
kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan
yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu
harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
3. Masalah Kurikulum
Selain kurang kreatifnya para
pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan
pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih
parah lagi, pendidikan tidak mampu
menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta
dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya
pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri,
padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan.
Berdasarkan analisa dari badan pendidikan
dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari
14 negara berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri
agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu.
Sedangkan untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42
negara berkembang di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada
diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak
serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
4.
Metode atau Model Pembelajaran yang Satu
Arah
Metode
pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu, yaitu metode
berceramah satu arah. Karena berceramah itu mudah dan ringan, tanpa modal,
tanpa tenaga, tanpa persiapan yang rumit. Metode ceramah menjadi metode terbanyak
yang dipakai guru karena memang hanya itulah metode yang benar-benar dikuasai
sebagain besar guru. Pernahkah guru mengajak anak berkeliling sekolahnya untuk
belajar ? Pernahkah guru membawa siswanya melakukan percobaan di alam
lingkungan sekitar ? Atau pernahkah guru membawa seorang ilmuwan langsung
datang di kelas untuk menjelaskan profesinya?
5.
Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan
masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga
Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak
usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini
termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan
di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan
sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan
dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat
untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6.
Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam
bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga
Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain
kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk
TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp 1.000.000.
Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1
juta sampai Rp 5 juta. Makin mahalnya biaya pendidikan
sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai
sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan
Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu
disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini
hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara
berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya
pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan
berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau
gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah
sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk
mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi,
kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal
keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci
tangan.
Sehingga
solusi untuk mengatasi masalah dalam pendidikan yaitu dengan cara:
a.
Meningkatkan penggunaan berbagai media
pembelajaran, contoh: Laptop, Tv, Radio, Laborotorium Komputer, Internet dll.
b.
Memberikan pelatihan ICT atau TIK kepada
guru atau tenaga pendidik yang belum mengerti dengan tujuan meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan guru atau tenaga pendidik mengenai media
pembelajaran.
c.
Perlu pengintegrasian ICT ke dalam
kurikulum dan pendidikan agar siswa mengetahuan yang lebih luas lagi dan tidak
tertinggal dari perkembangan teknologi.
d.
Penggunaan metode pembelajaran harus
lebih bervariasi agar tidak terpaku pada pembelajaran konvensional.
e.
Pemerataan dana pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar