Senin, 26 Desember 2016

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN IPS DI MASYARAKAT



PENGEMBANGAN PENDIDIKAN IPS DI MASYARAKAT

A.  Pendahuluan
     Pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewjujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Kualitas yang dibutuhkan oleh bangsa indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia di Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
     Menurut Sapriya (2009:7) Ilmu Pengetahuan Sosial yang disingkat IPS dan Pendidikan Ilmu Sosial yang sering kali disingkat Pendidikan IPS atau PIPS dua istilah yang sering diucapkan atau dituliskan dalam berbagai karya akademik secara tumpang tindih (overlapping) . kekeliruan ucapan ataupun tulisan tidak dapat sepenuhnya kesalahan pengucap atau penulis melainkan disebabkan oleh kurangnya sosialisasi sehingga menimbulkan perbedaan persepsi. Dalam realitas sosial, kajian pendidikan IPS kurang begitu mendapat tempat yang cukup menggembirakan, karena masyarakat sementara ini masih memiliki anggapan bahwa bidang kajian ini tidak atau kurang memberikan kontribusi pada kehidupan. Hal ini wajar, sebab memang kajian ini terlalu sarat dengan teori yang jauh sekali dengan nilai-nilai pendidikan.
     Oleh karena itu, untuk mewujudkan konsep-konsep tersebut, maka pendidikan haruslah memuat nilai-nilai pendidikan (educational value), di antaranya adalah dengan menghadirkan suasana belajar yang bersifat kontekstual. Pendidikan IPS di Indonesia adalah penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial dan segala sesuatu yang sifatnya sosial, yang diorganisir secara ilmiah dan psikologis dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai sentralnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya (Somantri, 2001, hal. 74)
          Untuk mencapai tujuan tersebut haruslah dapat membantu para peserta didik mengembangkan kemampuan membuat keputusan-keputusan yang bersifat reflektif sehingga mereka dapat memecahkan masalah-masalah pribadi (individual) dan membentuk kebijakan umum dengan cara berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial, yang pada akhirnya ini semua akan lebih bermanfaat ketika akan terjun secara langsung di masyarakat tempat ia tinggal.
B.  Materi Pendidikan IPS Secara Global
          Ruang lingkup materi PIPS yang berwawasan global menurut (Gunawan, 2011, hal. 22) diantaranya:
1.      Tentang Kesadaran diri; sebagai Makhluk Tuhan, eksistensi, potensi dan jati diri sebagai warga dari sebuah bangsa yang berbudaya dan bermartabat sederajat dengan bangsa lain di dunia (tidak lebih rendah dari bangsa lain).
2.      Tentang Kecapakan Berpikir, seperti kecapakan; berpikir kritis, menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan dan memecahkan masalah.
3.      Tentang Kecapakan Akademik, tentang ilmu-ilmu sosial, seperti kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang sistem sosial budaya, lingkungan hidup, perilaku ekonomi dan kesejahteraan, serta tentang waktu dan keberlanjutan perubahan yang terjadi di dunia.
4.      Mengembalikan social skills, dengan maksud upaya pada masa yang akan datang kita tidak hanya menjadi objek penguasaan globalisasi belaka.
          Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa materi pendidikan IPS di masyarakat bertujuan untuk membantu tumbuhnya pola berpikir ilmuan sosial, mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan analisis peserta didik, terhadap kondisi sosial masyarakat dalam rangka membantu tumbuhnya warga negara yang baik.
C.  Pola Pikir Pendidikan IPS di Masyarakat
          Pola pikir pendidikan IPS di masyarakat mempunyai sikap mental yang kondusif dan siap menerima pembaharuan atau modernisasi antara lain (Mutakin, 2008, hal. 114):
1.    Senantiasa berorientasi ke masa depan.
2.    Senantiasa berhasrat memanfaatkan dan mengembangkan lingkungan demi peningkatan kesejahteraan hidup.
3.    Senantiasa menilai tinggi pada suatu prestasi.
4.    Senantiasa menilai tinggi usaha pihak lain yang meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
Dari pemikiran di atas dapat kita pahami bahwa:
1.    Kita harus senantiasa berpikir ke depan, karena zaman terus berkembang kehidupan terus berjalan sehingga kita tidak mungkin diam bahkan melihat ke belakang karena kita kaan katinggalan oleh semua ini.
2.    Manusia harus mempunyai keinginan atau berhasrat terus mengembangkan lingkungan demi peningkatan kesejahteraan hidup.
3.    Semua prestasi yang kita peroleh berasal dari sebuah kerja keras yang sangat tinggi sehingga kita akan lebih menghargai keberhasilan yang kita peroleh, bahkan dengan menilai tinggi prestasi kita akan lebih meningkatkan lagi prestasinya.
4.    Mengahargai pihak lain akan member dampak positif, karena kita akan lebih peka dan memahami dan menghargai peranan orang lain sangat penting untuk kita.

D.  Pengembangan Pendidikan IPS di Masyarakat
          Melihat fenomena dan kecenderungan dunia yang terus maju (seperti tanpa kendali), beberapa hambatan dan peluang pengembangan PIPS, sebagaimana PIPS harus menempatkan diri (reposisi)? Masih relevankah PIPS menjadi kekuatan pendidikan yang mampu menopang kehidupan manusia? Ada berapa hal yang harus diperhatikan, apabila PIPS tetap ingin eksis dan mempunyai kedudukan yang berarti bagi umat manusia.
          Pertama, pembaharuan kurikulum PIPS hendaknya bukan sekedar tambal sulam, tetapi lebih bersifat interdisipliner, dan berorientasi pada ‘functional knowledge’ secara aspirasi kebudayaan Indonesia dan nilai-nilai agama. Kedua, pengajar harus mampu menyajikan pengajaran atau pembelajaran yang bersifat interdisiplin, berperan sebagai fasilitator pembelajar, dan menjadi problem solver baik di kampus atau sekolah maupun di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, membangun hubungan secara sinergis antara LPTK, praktisi pendidikan, sekolah, pembuat kebijakan pendidikan, serta berbagai elemen environment guna melakukan sharing untuk menyusun kurikulum yang integratif dan responsif terhadap permasalhan-permasalahan riil, baik lokan, regional, nasional, maupun internasional. Keempat, kurikulum PIPS mampu membuat estimasi kehidupan yang akan berlangsung 30-50 tahun yang akan datang.
          Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS sebagai Synthetic discipline berusaha mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. PIPS mempunyai peran penting dalam membangun identitas nasional untuk menjadikan peserta didik yang kreatif, mampu memecahkan masalah diri dan lingkungannya, serta menjadi warga negara yang baik dan bermoral. Di tengah iklim globalisasi, PIPS tetap diperlukan baik sebagai penopang identitas nasional, maupun problem solver masalah-masalah local, regional, nasional dan global. Berbagai masalah PIPS baik dari kurikulum, pengembangan PLTK, kemampuan guru dalam mengajarkan, dan kebijakan pemerintah dalam mendorong PIPS yang ideal perlu terus diusahakan secara optimal. Tanpa sinergitas dari berbagai komponen di atas, sulit mewujudkan PIPS yang bermakna.
          Menurut Soemantri (2001: 183) untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkan dengan standar kompetensi lintas kurikulum yang merupakan kecakapan untuk hidup (life skills) dan belajar sepanjang hayat yang dilakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar. Standar kompetensi lintas kurikulum ini meliputi:
1.    Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling menghargai dan member rasa aman, sesuai dengan agama yang dianutnya.
2.    Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain.
3.    Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik, pola, struktur, dan hubungan.
4.    Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan dari berbagai sumber.
5.    Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi, dan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan yang tepat.
6.    Berpartisipasi, berinteraksi, dan berkonstribusi aktif dalam masyarakat dan budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis, dan historis.
7.    Berkreasi, dan menghargai karya artistic, budaya, dan intelektual, serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat beradap.
8.    Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan mempertimbangkan potensi dan peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
9.    Menunjukkan motivasi belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan bekerja sama dengan orang lain.
          Dalam pengembangannya proses pembelajaran harus bermakna, salah satu pembelajaran berbasis budaya yang bertujuan untuk penciptaan arti bersifat dinamis. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan berbagai rasa keingintahuannya, terlibat dalam proses analisis dan eksplorasi yang kreatif untuk mencari jawaban, seta terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang unik (Suprayeksi, 2007, hal. 38).
          Menurut Sapriya, (2009: 176) bahwa pengembangan PIPS di masyarakat adalah salah satunya dengan pengembangan partisipasi sosial, dimana topik utama dari pengembangan partisipasi sosial ini yakni pengembangan kepekaan sosial dan menerapkan strategi pengembangan partisipasi sosial.
1.    Pengembangan Kepekaan Sosial
          Secara harfiah, istilah “kepekaan” (sensitivity)  berasal dari kata peka (sensitive) yang berarti mudah merasa atau mudah teransang, atau suatu kondisi seseorang yang mudah bereaksi terhadap suatu keadaan. Apabila dikaitkan dengan kondisi sosial (kemasyarakatan) maka istilahnya menjadi kepekaan sosial (social sensitivity), ialah kondisi seseorang yang mudah bereaksi terhadap maslah-masalah sosial atau kemasyarakatan. Pengertian kepekaan sosial tampaknya da kaitan dengan istilah kesadaran sosial (social awareness), ialah kemampuan peserta didik menjadi paham (informed about) dan peka (sensitive) terhadap aspek-aspek politik, sosial, ekonomi dimasyarakat.
2.    Pengembangan Partisipasi Sosial
          Pengembangan partisipasi sosial sejalan dengan tujuan IPS bahwa aspek yang cukup penting dan perlu diterapkan kepada peserta didik adalah bagaimana agar mereka, para peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Belajar IPS tidak cukup dalam bentuk hapalan atau hanya melatih daya ingat saja, tetapi belajar IPS hendaknya dapat memberdayakan peserta didik sehingga segala potensi dan kemampuannya, baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilannya dapat berkembang. Semua kemampuan ini dapat diwujudkan dalam proses pembelajaran melalui aktivitas pelatihan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Kokasih Djahiri (1979) dalam Sapriya (Sapriya, 2009: 185) mengemukakan bahwa anak muda perlu rurut serta dalam realita kehidupan bukan hanya sebagai penonton melainkan langsung sebagai pelaku. Namun sebelum selama dalam proses partisipasi tersebut, para remaja perlu dibina, dijembatani, dan dibimbing sehingga tidak terjadi suatu gap (kesenjangan) yang terlalu lebar antara generasi baru dan lama.
Kesimpulan
          Berdasarkan pada penjelasan mengenai pengembangan Pendidikan IPS di masyarakat sehingga penulis berkesimpulan yaitu:
1.    Pendidikan IPS adalah usaha sadar dan terencana untuk dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik dan membangun nilai intelektual agar dapat berperan aktif dalam pembelajaran serta memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, logis, inkuiri dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sosial.
2.    Pengembangan pendidikan IPS di masyarakat:
     Pengembangan Pendidikan IPS di masyarakat yang pertama yaitu, tidak jauh dari sistem kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia hal ini terbukti pasa sistem kurikulum yang berlaku pada tahun 1975 yaitu mulai dikenalkannya mata pelajaran IPS dalam sistem kurikulum dan sudah mulai diterapkan di berbagai jenjang pendidikan misalnya SD, SMP, dan SMA yang disesuaikan dengan pendekatan kepribadian peserta didik. Dalam sistem kurikulum ini berdimensi pada nilai berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga seorang peserta didik dalam belajar Pendidikan IPS diharapkan agar dapat beradaptasi sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin maju di era globalisasi dan memiliki kemampuan untuk memfilter seluruh kebudayaan asing yang masuk tanpa menghilangkan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila yang berasal dari akar nilai budaya Indonesia.
     Kedua, pemberdayaan peserta didik dilakukan dengan cara memberikan mereka “life skills” atau keterampilan hidup. Hal ini terbukti dari erbentuknya sekolah kejuruan (SMK) yang sudah terdapat di wilayah Indonesia, dan di SMK hanya memuat mata pelajaran tertentu saja yang berkaitan dengan pendidikan IPS diantaranya adalah administrasi perpajakan, akuntansi, perhotelan dan lain sebagainya. Sedangkan di STM berkaitan dengan teknik mesin, otomotiv, listrik dan sebagainya. Kemampuan life skills ini diterapkan di sekolah agar peserta didik memiliki pegangan keyakinan bagi peserta didik, dan pendidikan kejuruan ini mampu memberikan pencerahan baru dalam hidup mereka dengan berdasarkan pengalaman yang pernah diasah pada masa sekolah sehingga saat lulus nanti tidak kebingungan lagi dalam mencari pekerjaan karena telah memiliki kemampuan life skills sehingga senantiasa berorientasi ke masa depan berdasarkan sikap mental dan siap menerima pembaharuan atau modernisasi yang terjadi.
          Mengenai kemampuan life skills ini juga tidak hanya difokuskan untuk peserta dididik saja atau jenjang sekolah tetapi untuk para lulusan SMA juga dapat melatih kemampuan life skills yang berada di Serang Banten tepatnya sudah terdapat tempat yang bernama BBLKI (Balai Besar Latihan Kerja Industri) yang berada di jalan raya pandegang BBLKI ini merupakan tempat pelatihan kerja dimana kegiatannya berupa mengasah keterampilan seseorang agar memiliki keahlian khusus yang telah ditetapkan berdasarkan bidangnya masing-masing. BBLKI adalah unit pelaksana teknis di bidang pelatihan tenaga kerja dan berada dibawah serta bertanggung jawab kepada direktorat Jendral Pembinaan dan Produktivitan Kementrian Tenaga Kerja.
               Ketiga, dalam pengembangan pengetahuan IPS seorang guru harus menguasai keterampilan model pembelajaran yang tepat agar dapat merebut minat peserta didik terhadap PIPS yang selalu beranggapan bahwa PIPS itu adalah mata pelajaran yang membosankan karena model pembelajaran yang konvensional dengan ceramah. Karena model pembelajaran yang tepat akan berpengaruh pada nilai hasil belajar serta kepripbadian peserta didik. Sehingga disini perlu ditekankan bahwa seorang guru seharusnya tidak mengedepankan atau mementingkan hanya dari aspek akademisnya saja akan tetapi aspek non akademis juga penting untuk mengembangkan kepribadian peserta didik yang bermoral dan memiliki nilai intelektual agar dapat secara mandiri menyelesaikan masalah sosial dalam kehidupan sosialnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar