Minggu, 25 Desember 2016

Beberapa Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan



Beberapa Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan

          Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.
1.    Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
          Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan dengan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.[1]
Sementara itu, perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok dalam kehidupan masyarakat (yaitu lembaga-lembaga kemasyarakatan) lazimnya dinamakan “revolusi”. Misalnya revolusi industri di Inggris, dimana perubahan-perubahan terjadi dari tahap produksi tanpa mesin menuju ke tahap produksi mengggunakan mesin.
2.    Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
          Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas karena batas-batas pembedaannya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsure-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.[2]
Kepadatan penduduk di pulai Jawa, misalnya, telah melahirkan berbagai perubahan dengan pengaruh yang besar. Areal tanah yang dapat diusahakan menjadi lebih sempit; pengangguran tersamar kian tampak di desa-desa. Mereka tidak mempunyai tanah menjadi buruh tani dan banyak wanita serta anak-anak yang menjadi “buruh” potong padi pada waktu panen. Sejalan dengan itu, terjadi pula proses individualisasi milik tanah. Hak-hak ulayat desa semakin luntur karena areal tanah tidak seimbang dengan kepadatan penduduk.
Timbullah bermacam-macam lembaga hubungan kerja, lembaga gadai tanah, lembaga bagi hasil dan seterusnya, yang pada pokoknya bertujuan untuk mengambil manfaat yang sebesar mungkin dari sebidang tanah yang tidak begitu luas. Warga masyarakat hanya hidup sedikit di atas standar minimal. Keadaan atas sistem sosial yang demikian oleh Clifford Geertz disebut shared poverty.[3]



[1] Paul Bohannan: Social Anthropology (New York: Holt Rinehart and Winston etc 1963), hlm. 360 dan seterusnya.
[2] Wilbert E. Moore, op.cit., hlm. 72 dan seterusnya.
[3] Clifford Geertz, The Social Context of Economic Change: An Indonesian Case Study, mimeographed paper, MIT, Cambridge Mass, 1956, hlm. 13. Bacalah juga W.F Wetheim, East-West Parallels, W. van Hoege, the Hague, 1964, hlm. 217.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar