Minggu, 25 Desember 2016

Mengenal Pendidikan Karakter



Mengenal Pendidikan Karakter

            Menurut Nursalam Sirajuddin, istilah karakter baru dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan pada akhir abad ke-1. Pencetusnya adalah FW. Foerster. Terminology ini engacu pada sebuah pendekatan idealis-spiritualis dalam pendidikan, yang juga dikenal dengan teori pendidikan normatif. Lahirnya pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positivisme yang dipelopori oleh filsuf Prancis, Auguste Comte.
            Karakter merupakan titian ilmu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan tanpa landasan kepribadian yang benar akan menyesatkan, dan keterampilan tanpa kesadaran diri akan menghancurkan. Karakter itu akan membentuk motivasi, yang dibentuk dengan metode dan proses yang bermartabat. Karakter bukan sekadar penampilan lahiriah, melainkan mengungkapkan secara implisit hal-hal yang tersembunyi. Oleh karenanya, orang mendefinisikan karakter sebagai “siapa Anda dalam kegelapan?” Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan tindakan berdasarkan nilai-nilai etika, serta meliputi aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral.[1]
            M. Furqon Hidayatullah mengutip pendapatnya Rutland (2009: 1) yang mengemukakan bahwa karakter berasal dari akar bahasa Latin yang berarti “dipahat”. Secara harfiah, karakter artinya adalah kualitas moral, nama, atau reputasinya (Hornby dan Parnwell, 1972: 49). Dalam kamus psikologi, dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik totak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: 29).
            Menurut Doni Koesoema Albertus, karakter di asosiasikan dengan temperamen yang memberinya definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter juga dipahami dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir. Disini, karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai cirri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang, yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya pengaruh keluarga pada asa kecil dan bawaan seseorang sejak lahir.[2]
            Individu yang erkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU SISDIKNAS tahun 2003 menyatakan bahwa diantara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia.
            Amanah UU SISDIKNAS tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insane Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter. Sehingga lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernapas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu juga pernah ditegaskan oleh Martin Luther King, “Intelligence plus character, that is the goal of true education” (Kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).[3]
            Berdasarkan pembahasan tersebut dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai prilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan, dan kebangsaan. Kemudian nilai-nilai tersebut dapat terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataann, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.[4]
            Pendapat para pakar tersebut menegaskan tentang urgensi dan signifikansi pendidikan karakter dalam membangun moralitas, mentalitas, dan jiwa bangsa Indonesia yang sedang kehilangan jati diri dan kepribadian mereka. Sasaran dan prioritasnya tentu kader-kader muda yang kelak mampu menjadi sosok transformator kehidupan bangsa kea rah yang lebih baik.
Sumber : Jamal Ma’mur Asmani. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: DIVA Press. Hal. 26.
           


[1] Metronews.fajar.co.id
[2] Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Jakarta; Grasindo, 2010), hlm. 79-80. Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak; Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati diri (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 11.
[3] Diknas.kemdiknas.go.id, yang diakses pada 3 juni 2011.
[4] Akhmadsudrajat.wordpress.com, yang diakses pada 5 juni 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar